5rigala2012
Princess Acta Diurna
Senin, 19 November 2012
Freeport berencana invest di Kalimantan ?
Kamis, 15 November 2012
Salamuddin: Presiden SBY Melanggar Konstitusi
Kamis, 15 November 2012
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bisa dinilai melanggar konstitusi terkait dengan pernyataannya
bahwa semua kontrak yang telah ditandatangani Badan Pelaksana Minyak
dan Gas tetap berlaku.
Hal ini karena pernyataannya dinilai tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang antara lain memutuskan pembubaran BP Migas.
Salamuddin Daeng dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia menyatakan, menurut MK, BP Migas harus dibubarkan karena pemerintah tidak dapat menunjuk secara langsung siapa yang menjadi kontraktor.
Setelah BP Migas menandatangani kontrak, negara harus tunduk pada kontrak dan negara kehilangan kebebasan untuk melakukan regulasi yang bertentangan dengan kontrak.
"Artinya, seluruh kontrak yang ditandatangani BP Migas telah memaksa negara tunduk pada kontrak tersebut. Dengan demikian kontrak bertentangan dengan konstitusi," kata Salamuddin di Jakarta, Kamis (15/11/2012).
Menurut Salamuddin, MK menyatakan, keuntungan negara menjadi tidak maksimal karena penguasaan migas bentuk badan hukum tetap atau badan usaha dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha.
"Efektifitas penguasaan negara dapat terjadi jika pemerintah secara langsung memegang fungsi regulasi dan kebijakan tanpa harus ditambahi dengan BP Migas. Ini berarti seluruh kontrak yang ditandatangani BP Migas adalah pelaksanaan dari liberalisasi pasar atau persaingan bebas di sektor migas. Dengan demikian kontrak tersebut bertentangan dengan konstitusi," kata Salamuddin.
Hal ini karena pernyataannya dinilai tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang antara lain memutuskan pembubaran BP Migas.
Salamuddin Daeng dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia menyatakan, menurut MK, BP Migas harus dibubarkan karena pemerintah tidak dapat menunjuk secara langsung siapa yang menjadi kontraktor.
Setelah BP Migas menandatangani kontrak, negara harus tunduk pada kontrak dan negara kehilangan kebebasan untuk melakukan regulasi yang bertentangan dengan kontrak.
"Artinya, seluruh kontrak yang ditandatangani BP Migas telah memaksa negara tunduk pada kontrak tersebut. Dengan demikian kontrak bertentangan dengan konstitusi," kata Salamuddin di Jakarta, Kamis (15/11/2012).
Menurut Salamuddin, MK menyatakan, keuntungan negara menjadi tidak maksimal karena penguasaan migas bentuk badan hukum tetap atau badan usaha dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha.
"Efektifitas penguasaan negara dapat terjadi jika pemerintah secara langsung memegang fungsi regulasi dan kebijakan tanpa harus ditambahi dengan BP Migas. Ini berarti seluruh kontrak yang ditandatangani BP Migas adalah pelaksanaan dari liberalisasi pasar atau persaingan bebas di sektor migas. Dengan demikian kontrak tersebut bertentangan dengan konstitusi," kata Salamuddin.
- Editor : Edibpost
- Sumber : Kompas.com
Rabu, 14 November 2012
BP Migas Bubar, Presiden Minta Investor Tidak Cemas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah telah mengantisipasi pembubaran BP Migas. (Foto: Dok)
JAKARTA — Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengatakan pemerintah akan melakukan langkah antisipasi agar
investor mendapat kepastian, menyusul pembubaran Badan Pelaksana Minyak
dan Gas Bumi (BP Migas).
Dalam pidato yang disampaikan di Istana Negara di Jakarta, Rabu (14/11), Presiden juga menegaskan saat ini tugas-tugas BP Migas akan dikendalikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Memang putusan itu menimbulkan kecemasan dari berbagai kalangan menyangkut kepastian hukum dari kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia. Kepada para investor dan pelaku usaha minyak dan gas bumi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, saya katakan bahwa semua perjanjian dan kontrak kerja sama tetap berlaku meskipun ada transisi sekarang ini di bawah kendali Menteri ESDM,” ujar Presiden Yudhoyono.
“Tetapi pemerintah mulai besok akan menyusun aturan yang pasti yang nantinya, Insya Allah, bisa menjadi undang-undang yang baru, agar dunia bisnis hulu, minyak dan gas bumi ini berlangsung dengan baik, transparan, bebas dari penyimpangan, bebas dari benturan kepentingan dan sebagainya. Ini aset negara, kekuatan ekonomi kita, masa depan kita.”
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Hatta Rajasa mengatakan akan dibentuk sebuah unit melalui Peraturan Presiden agar bisnis migas di Indonesia tetap berjalan.
“Mengingat BP Migas tidak lagi eksis atau tidak lagi ada lagi ada dengan keputusan MK tersebut maka dirasakan perlu untuk menetapkan Peraturan Presiden yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan dari badan atau lembaga tersebut,” ujar Hatta, yang juga merupakan besan Presiden.
Sementara itu, Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan kementeriannya siap menjalani tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan BP Migas untuk mengisi masa transisi pasca keputusan MK membubarkan BP Migas.
“Fungsi yang ada di BP Migas itu dikembalikan kepada ESDM, jadi akan berjalan semua. Jadi kontrak yang sudah berjalan, evaluasi, persiapan-persiapan itu akan berjalan biasa sehingga para investor saya minta tenang saja berjalan seperti biasa,” ujar Jero.
Kepala BP Migas R.Priyono mengatakan ia khawatir kegiatan operasional sektor minyak dan gas bumi di tanah air terganggu.
“Sementara kegiatan operasi kemungkinan besar akan terganggu karena tidak ada lagi yang memberikan pengawasan kepada mereka, apa yang ditandatangani oleh BP Migas kemungkinan menjadi tidak legal,” ujar Priyono.
Pengamat migas dari Pusat Kajian Strategi untuk Kepentingan Nasional, Dirgo Purbo, menilai MK terlalu cepat mengambil keputusan karena seharusnya bisa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan berbagai pihak seperti DPR, akademisi dan pengamat.
“Ok, BP Migas setuju dicabut, tetapi pada saat yang bersamaan sudah langsung bilang konsekuensi semua perusahaan dikontrol sama Pertamina. Sekarang, mau ke menteri, menterinya masih belum punya pegangan. SOP-nya mana, cost recovery-nya kemana, claimnya gimana, ini kan 24 jam minyak jalan kalau ada apa-apa pemerintah jamin nggak?” ujar Dirgo.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pada Selasa (13/12) untuk membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengalihkan wewenangnya pada kementerian yang sesuai. MK menilai BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22/2001 Tentang Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.
MK juga menilai Undang-Undang Migas tersebut membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
Keputusan MK tersebut dikeluarkan setelah uji materi diajukan 42 pemohon dari organisasi maupun perorangan, diantaranya Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Laznah Siyasiyah, Hizbut Tahrir Indonesia, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi serta Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat.(VOA)
Dalam pidato yang disampaikan di Istana Negara di Jakarta, Rabu (14/11), Presiden juga menegaskan saat ini tugas-tugas BP Migas akan dikendalikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Memang putusan itu menimbulkan kecemasan dari berbagai kalangan menyangkut kepastian hukum dari kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia. Kepada para investor dan pelaku usaha minyak dan gas bumi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, saya katakan bahwa semua perjanjian dan kontrak kerja sama tetap berlaku meskipun ada transisi sekarang ini di bawah kendali Menteri ESDM,” ujar Presiden Yudhoyono.
“Tetapi pemerintah mulai besok akan menyusun aturan yang pasti yang nantinya, Insya Allah, bisa menjadi undang-undang yang baru, agar dunia bisnis hulu, minyak dan gas bumi ini berlangsung dengan baik, transparan, bebas dari penyimpangan, bebas dari benturan kepentingan dan sebagainya. Ini aset negara, kekuatan ekonomi kita, masa depan kita.”
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Hatta Rajasa mengatakan akan dibentuk sebuah unit melalui Peraturan Presiden agar bisnis migas di Indonesia tetap berjalan.
“Mengingat BP Migas tidak lagi eksis atau tidak lagi ada lagi ada dengan keputusan MK tersebut maka dirasakan perlu untuk menetapkan Peraturan Presiden yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan dari badan atau lembaga tersebut,” ujar Hatta, yang juga merupakan besan Presiden.
Sementara itu, Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan kementeriannya siap menjalani tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan BP Migas untuk mengisi masa transisi pasca keputusan MK membubarkan BP Migas.
“Fungsi yang ada di BP Migas itu dikembalikan kepada ESDM, jadi akan berjalan semua. Jadi kontrak yang sudah berjalan, evaluasi, persiapan-persiapan itu akan berjalan biasa sehingga para investor saya minta tenang saja berjalan seperti biasa,” ujar Jero.
Kepala BP Migas R.Priyono mengatakan ia khawatir kegiatan operasional sektor minyak dan gas bumi di tanah air terganggu.
“Sementara kegiatan operasi kemungkinan besar akan terganggu karena tidak ada lagi yang memberikan pengawasan kepada mereka, apa yang ditandatangani oleh BP Migas kemungkinan menjadi tidak legal,” ujar Priyono.
Pengamat migas dari Pusat Kajian Strategi untuk Kepentingan Nasional, Dirgo Purbo, menilai MK terlalu cepat mengambil keputusan karena seharusnya bisa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan berbagai pihak seperti DPR, akademisi dan pengamat.
“Ok, BP Migas setuju dicabut, tetapi pada saat yang bersamaan sudah langsung bilang konsekuensi semua perusahaan dikontrol sama Pertamina. Sekarang, mau ke menteri, menterinya masih belum punya pegangan. SOP-nya mana, cost recovery-nya kemana, claimnya gimana, ini kan 24 jam minyak jalan kalau ada apa-apa pemerintah jamin nggak?” ujar Dirgo.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pada Selasa (13/12) untuk membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengalihkan wewenangnya pada kementerian yang sesuai. MK menilai BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22/2001 Tentang Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.
MK juga menilai Undang-Undang Migas tersebut membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
Keputusan MK tersebut dikeluarkan setelah uji materi diajukan 42 pemohon dari organisasi maupun perorangan, diantaranya Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Laznah Siyasiyah, Hizbut Tahrir Indonesia, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi serta Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat.(VOA)
Selasa, 13 November 2012
Daftar Negara yang Nasionalisasi Perusahaan Minyak Asing
Posted on Oktober 3, 2012 by A Nizami
Inilah daftar negara yang menasionalisasi
perusahaan minyak asing (Perusahaan AS, Inggris, Uni Soviet, dsb). Iran
menasionalisasi perusahaan minyaknya lewat tekanan ulama dan
rakyatnya. Arab Saudi menasionalisasi perusahaan minyak AS Aramco di
tahun 1974 lewat Raja Faisal. Raja Faisal berhasil mengubah negara Arab
Saudi yang di tahun 1970-an miskin, menjadi negara yang sangat makmur
sekarang ini. Karena sejak dinasionalisasi, pendapatan minyak meningkat
drastis sehingga bisa mendanai pembangunan secara masif.
Hugo
Chavez berhasil menasionalisasi perusahaan migas di Venezuela. Meski
Exxon menuntut US$ 12 Milyar atas asetnya, namun Lembaga Arbitrase
Internasional memutuskan hanya US$ 907 juta yang harus dibayar. Artinya
dengan produksi minyak Venezuela sekitar 3 juta bph, dengan harga minyak
US$ 100/brl, aset Exxon itu sudah lunas dibayar dengan produksi minyak
10 hari saja. Evo Morales juga berhasil menasionalisasi perusahaan
minyak di Bolivia.
Ada pun Norwegia, meski merupakan negara
Liberal, tetap mengelola migas mereka melalui BUMN mereka sehingga 100%
hasil migas dinikmati rakyat mereka. Bukan oleh segelintir pengusaha
asing/swasta. Tak heran meski baru menemukan minyak di tahun 1970-an,
mereka jauh lebih makmur ketimbang Indonesia yang sudah 100 tahun
minyaknya dikeruk. Ini karena Norwegia mengeruk minyaknya sendiri.
Sedang Indonesia, yang mengeruk 90% adalah perusahaan2 asing seperti
Chevron, Exxon Mobil, Conoco, dsb.
Dalam ayat 3
Bab XIV Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, jelas dinyatakan bahwa segala
hal seperti, air, tanah, hasil Bumi Indonesia dikuasai oleh Negara
untuk Kesejahteraan Masyarakat.
Dari situ kita tahu bahwa seharusnya
kekayaan alam Indonesia seperti minyak, gas, emas, perak, tembaga,
batubara, dsb dikelola oleh negara melalui BUMN sehingga bisa dinikmati
oleh rakyat banyak. Bukan justru dinikmati oleh perusahaan2 asing dan
segelintir kompradornya.
Tentu saja Nasionalisasi akan membawa
resiko. Raja Faisal setelah menasionalisasi perusahaan AS Aramco di
tahun 1974, tahun 1975 ditembak mati oleh keponakannya sendiri.
Sementara Hugo Chavez dan Evo Morales jadi musuh Amerika Serikat.
Berulangkali Hugo Chavez mengalami percobaan pembunuhan.
Ada pun Iran, mengalami berbagai embargo
dari pembekuan aset, embargo minyak, bahkan ancaman perang terbuka oleh
AS dan sekutunya. Ayatullah Kashani yang memimpin rakyat untuk
menasionalisasi perusahaan minyak asing diasingkan ke Lebanon.
Iraq bahkan diserang dan dibunuh
presidennya (Saddam Hussein). Jadi Nasionalisasi penuh resiko yang
berat. Namun pejuang kita dulu punya semboyan “Merdeka atau Mati!”. Dari
pada hidup hina terjajah, lebih baik merdeka atau mati.
Beberapa negara yang telah melakukan Nasionalisasi adalah Iran, Mesir, Arab Saudi, Cili, Venezuela, Bolivia, Norwegia, dsb.
Sejarah Nasionalisasi Minyak Iran
Akhir abad 19, bersamaan dengan gerakan
Revolusi Konstitusi di Iran, munculnya gerakan nasionalisasi industri
minyak Iran membuat negara-negara imperialis semakin tamak untuk
mencampuri urusan dalam negeri Iran. Sejak ditemukannya minyak, dua
negara besar kala itu yaitu Inggris dan Rusia, lebih dahulu terjun ke
kancah ini dan kedua negara mulai mencampuri urusan dalam negeri Iran.
Masing-masing pihak berusaha untuk meraih bagian lebih besar dari sumber
alam Iran. Akan tetapi, Britania lebih dahulu memahami pentingnya
industri minyak dibanding negara-negara rivalnya dan dengan cepat
memantapkan pijakan imperialisnya di Iran.
Sebelum meletusnya Perang Dunia I, bagi
para pejabat Iran dan negara-negara lain, industri minyak masih sangat
asing dan oleh karena itu mereka tidak menunjukkan sensitivitas dalam
memberi konsesi kepada negara lain di sektor ini. Perang Dunia I
menyingkap pentingnya industri minyak yang dinilai sebagai motor
penggerak pasukan perang yang membawa kemenangan bagi pasukan sekutu.
Baru setelah Perang Dunia I, para pejabat Iran dan negara lain membuka
mata dan menyadari pentingnya industri minyak.
Konsesi D’Arcy
Sejarah perjanjian minyak Iran dimulai dengan konsesi yang diberikan oleh Shah Naseruddin Shah pada tahun 1872 untuk Baron Julius de Reuter, seorang warga Inggris asal Jerman. Konsesi yang mencakup seluruh wilayah Persia itu, memberikan hak eksklusif dan monopoli kepada Reuter untuk mengeksploitasi sumber daya mineral termasuk batubara, besi, tembaga, timah, dan minyak bumi selama 70 tahun untuk membangun dan mengoperasikan jalan, rel kereta api, jaringan telegraf, kanal air, sistem irigasi, dan layanan bea cukai.
Sejarah perjanjian minyak Iran dimulai dengan konsesi yang diberikan oleh Shah Naseruddin Shah pada tahun 1872 untuk Baron Julius de Reuter, seorang warga Inggris asal Jerman. Konsesi yang mencakup seluruh wilayah Persia itu, memberikan hak eksklusif dan monopoli kepada Reuter untuk mengeksploitasi sumber daya mineral termasuk batubara, besi, tembaga, timah, dan minyak bumi selama 70 tahun untuk membangun dan mengoperasikan jalan, rel kereta api, jaringan telegraf, kanal air, sistem irigasi, dan layanan bea cukai.
Kontrak Reuter dibatalkan beberapa tahun
kemudian akibat tekanan politik kuat dari pemerintah Tsar (Rusia) serta
sejumlah tokoh oposisi terkemuka Persia. Namun berkat intervensi
Inggris, Shah Naseruddin Shah memberikan konsesi baru kepada Reuter pada
tahun 1889, yang kemudian dikenal dengan konsesi Bank-e Shahi (Bank
Imperium Persia). Berdasarkan konsesi itu, bank berhak memanfaatkan
semua sumber daya mineral di seluruh negeri, kecuali emas, perak, dan
logam berharga lainnya. Bank tersebut kemudian menjual hak eksploitasi
mineral di Iran itu kepada sebuah perusahaan Inggris Persian Mining
Corporation dengan harga 150.000 poundsterling. 10 tahun kemudian,
konsesi Persia Mining Corporation itu dibatalkan karena kurang
pendanaan.
Rentetan peristiwa itu membuat Persia
masuk dalam skema minyak internasional. Langkah pertama diawali oleh
Antoine Ketabchi Khan, komisaris jenderal Persia untuk Pameran Paris
1900. Ketabchi Khan, adalah seorang keturunan Armenia yang menjabat
beberapa posisi penting dalam pemerintah Persia, termasuk sebagai
direktur bea cukai. Meskipun secara lahiriyah Ketabchi Khan hanya
bermaksud meninjau Pameran Paris, akan tetapi tujuan utamanya adalah
mencari investor dari Eropa yang bersedia mengambil konsesi minyak di
Persia. Di Paris, Ketabchi Khan meminta bantuan Sir Henry Drummond
Wolff, mantan menteri Inggris di Tehran era 1887-1890, yang menyarankan
William Knox D’Arcy untuk merebut konsesi minyak di Persia.
D’Arcy adalah seorang investor Inggris
yang sukses di sektor pertambangan emas di Australia dan berhasrat untuk
mencoba keberuntungannya di sektor minyak Persia. Pada tanggal 16 April
1901, perwakilan D’Arcy’s tiba di Tehran untuk berunding. Persaingan
antara Inggris dan Tsar Rusia kala itu mengubah negeri Persia menjadi
faktor determinan dalam diplomasi kekuatan adidaya.
Rusia ingin membuktikan politik
dominannya atas Persia dan menyingkirkan negara-negara rival. Adapun
bagi menteri Inggris untuk Persia, Sir Arthur Henry Hardinge, tujuan
utama pemerintah London adalah melawan aksi-aksi seperti itu. Dan di
sinilah D’Arcy dan kontribusinya di sektor minyak dapat membantu. Sebuah
konsesi minyak tentu akan membantu menyeimbangkan pengaruh dan kekuatan
Inggris di hadapan Rusia. Oleh karena itu, Inggris memberikan penuh
atas upaya D’Arcy.
Pemerintah Muzaffaruddin Shah pada tahun
1901 memberikan D’Arcy konsesi minyak di seluruh wilayah Iran kecuali
Azerbaijan, Gilan, Mazandaran, Gorgan, dan Khorasan, yang berbatasan
dengan Rusia. Konsesi itu berlaku selama 60 tahun. Akan tetapi konsesi
tersebut tidak hanya terbatas pada minyak melainkan seluruh tambang
mineral Persia.
Kontrak D’Arcy mengantar hubungan
bilateral Inggris dan Persia pada satu titik bersejarah, mengingat
kepentingan Britania di Persia mencakup kepentingan strategis. Persia
berada di jalur penting bagi Inggris untuk mencapai wilayah jajahannya,
India. Inggris khawatir jika pengaruh Rusia mendominasi, maka jalur
menuju India akan terblokir.
Di sisi lain, imperium Persia menghadapi
dua kekuatan adidaya itu dengan politik-politik konservatif dan pasif.
Oleh karena itu, konsesi D’Arcy tidak mencakup lima propinsi di wilayah
utara yang diserahkan kepada Rusia. Namun, Rusia tidak pernah
menggunakan konsesinya.
Fajar Minyak Iran
William Knox D’Arcy, adalah raja minyak Iran yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke Iran. D’Arcy tidak memiliki organisasi dan perusahaan, hanya seorang sekretaris menangani menangani korespondensi bisnisnya. Untuk masalah penanganan operasi kerja di lapangan, ia merekrut George Reynolds, lulusan Sekolah Tinggi Teknik Kerajaan India yang memilii pengalaman pengeboran di Sumatra.
William Knox D’Arcy, adalah raja minyak Iran yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke Iran. D’Arcy tidak memiliki organisasi dan perusahaan, hanya seorang sekretaris menangani menangani korespondensi bisnisnya. Untuk masalah penanganan operasi kerja di lapangan, ia merekrut George Reynolds, lulusan Sekolah Tinggi Teknik Kerajaan India yang memilii pengalaman pengeboran di Sumatra.
Situs pertama yang dipilih untuk
eksplorasi berada di Chia Sorkh, sebuah dataran tinggi yang nyaris tidak
dapat diakses di pegunungan di Kermanshah, Iran barat, Mamatin,
Rohmurz, dan zona minyak di Masjed Soleiman. Di Chia Sorkh tidak
ditemukan sumber minyak yang cukup berarti. Di Mamatin juga tidak
ditemukan minyak.
Kondisi pengeboran minyak di Masjed
Soleiman kondisinya berbeda. Ketika sampai di kedalaman 360 meter, pucuk
bor berhasil menembus lapisan penutup sumur minyak dan dengan demikian
pada 26 Mei 1902, dimulailah fajar minyak di Iran. Akan tetapi, hal itu
terjadi di saat D’Arcy diminta untuk menghentikan operasi eksploitasi
minyaknya dan merelokasi seluruh perlengkapan minyaknya ke Khorramshahr
untuk direlokasi ke Inggris.
Pasalnya, pada April 1904, nyaris tiga
tahun operasinya di Iran, biaya operasional yang tinggi menyeret
perusahaan D’Arcy, hingga ke ambang bangkrut. Pemerintah Inggris
khawatir bahwa D’Arcy kemungkinan terpaksa kehilangan konsesinya dan
menjualnya kepada pihak asing. Akhirnya, pada tahun 1905, empat tahun
sejak Shah Iran menandatangani konsesi itu, muncul persaingan antara
D’Arcy dan perusahaan Burma Oil di London. Kedua pihak sepakat
bekerjasama dengan membentuk sindikat bernama Anglo-Persian Oil Company
(APOC). Perusahaan operasional D’Arcy menjadi anak perusahaan, dan
D’Arcy sendiri ditunjuk sebagai direktur perusahaan baru tersebut.
Pembentukan sindikat konsesi diikuti
dengan pergeseran lokasi eksplorasi ke kawasan barat daya Iran di
Meidan-e-Naftan. Anglo-Persian Oil Company (APOC), go public pada
tanggal 19 April 1909, dan penawaran saham pada hari itu mengakibatkan
cabang Glasgow Bank of Scotland dikerumuni para peminat yang bersemangat
untuk berinvestasi. Burmah Oil mengambil mayoritas saham sindikat
tersebut dan D’Arcy mendapat saham senilai 895.000 poundsterling sebagai
kompensasi biaya eksplorasi.
Sebuah sumber minyak baru telah diamankan
di bawah pemerintah Inggris. Namun muncul masalah dalam proses
ekstraksi dan penyulingannya. Situs tersebut untuk kilang minyak Abadan.
Pada tes pertama tahun 1912, kilang minyak mengalami kerusakan dan
kualitas produknya juga rendah. Kembali kelangsungan hidup sindikat
Anglo-Persian Oil Company (APOC) terancam. Pada akhir 1912, APOC telah
habis modal kerja. Beberapa tahun lalu, perusahaan Burma Oil menjadi
penyelamat dan sekarang ia harus mencari juru penyelamat.
Pada Juni 1913 Winston Churchill,
Laksamana Agung Angkatan Laut Britania, menyerahkan memorandum kepada
kabinet yang isinya suplai minyak untuk armada Angkatan Laut Kerajaan.
Kabinet setuju prinsip yang ditawarkan bahwa pemerintah harus meraih
saham mayoritas di pihak pemasok bahan bakar terpercaya. Setelah
perdebatan panjang di kabinet, diputuskan bahwa pemerintah sendiri akan
menjadi pemegang saham Anglo-Persian Oil Company (APOC).
Mulainya Friksi
Setelah pemerintah Inggris menjadi pemegang saham APOC, di lain pihak pemerintah Iran menandatangani kontrak dengan perusahaan lain termasuk Bakhtiari Oil Company, First Exploration Oil Company. Kontrak-kontrak tersebut semakin melemahkan posisi pemerintah pusat Iran dan penentangan dari berbagai etnis dan kelompok nomaden pun semakin meningkat.
Setelah pemerintah Inggris menjadi pemegang saham APOC, di lain pihak pemerintah Iran menandatangani kontrak dengan perusahaan lain termasuk Bakhtiari Oil Company, First Exploration Oil Company. Kontrak-kontrak tersebut semakin melemahkan posisi pemerintah pusat Iran dan penentangan dari berbagai etnis dan kelompok nomaden pun semakin meningkat.
Selama Perang Dunia I, meski menyatakan
netral, Persia diinvasi oleh tentara Inggris, Rusia, dan Turki. Selain
itu, ada pemberontakan suku di selatan dan di utara. Kala itu, kondisi
di Iran benar-benar kacau. Situasi carut marut seperti itu, sangat
menguntungkan bagi tokoh kuat untuk terjun dan mengisi kekosongan
wewenang di ibukota Tehran.
Terdorong oleh kondisi, Reza Khan,
seorang perwira militer, merebut kekuasaan pada tahun 1921. Setelah
menjabat sebagai menteri pertahanan, ia meningkatkan jabatannya menjadi
menjadi perdana menteri pada tahun 1923. Dua tahun kemudian Ahmad Shah
digulingkan dan pada tahun 1926 Reza Khan memilih nama Pahlevi sebagai
nama dinastinya, dan menobatkan diri sebagai Reza Syah Pahlevi. Di lain
pihak, APOC tidak memerlukan waktu lama menyadari bahwa mereka tidak
lagi berurusan dengan pemerintahan tradisional yang lemah dari era
Qajar, melainkan kini mereka berhadapan dengan sosok otoriter yang kuat.
Di bawah pemerintahan Reza Syah, Iran
memulai program modernisasi yang pelaksanaannya pemberdayaannya
memerlukan sumber finansial yang sangat besar. Dinasti Pahlevi menolak
pinjaman dari luar negeri, karena dinilai akan mengancam independensi
nasional. Meski pajak tidak langsung di dalam negeri pada produk-produk
harian seperti teh dan gula ditingkatkan untuk mendanai proyek-proyek
seperti Kereta Api Trans-Iran, Shah tidak ingin kehilangan pendapatan
dengan meningkatkan dari keuntungan yang diterima APOC dan pembayaran
pajak.
Pasca Perang Dunia I, muncul friksi
antara Iran dan APOC. Sejak tahun 1927, digelar perundingan terperinci
untuk menyelesaikan friksi antara Teymourtash, dari dewan menteri
Dinasti Pahlevi dan perusahaan Inggris. Akan tetapi kedua pihak gagal
mencapai kesepakatan.
Di akhir tahun 1928, Sir John Cadman,
Presiden APOC, mengusulkan kepada Teymourtash untuk memperpanjang
konsesi D’Arcy guna mendapat dana investasi. Akan tetapi Teymourtash
menjawab usulan Codman itu dan mengatakan, “Iran siap untuk merevisi
konsesi D’Arcy tapi tidak untuk perpanjangannya.”
Pada 26 November 1932, Reza Shah
mendiktekan surat pembatalan konsesi D’Arcy. Surat tersebut
dipubliasikan secara resmi keesokan harinya. Meski dalam surat itu
disebutkan bahwa pembatalan sepihak itu merupakan satu-satunya cara
untuk melindungi hak-hak negara, ditekankan pula bahwa pemerintah Iran
pada prinsipnya tidak menolak memberikan konsesi baru.
Menyikapi surat tersebut, pemerintah
Inggris menyatakan bahwa Iran tidak berhak membatalkan konsesi secara
sepihak. Lima bulan kemudian, pada bulan April 1933, Sir John Cadman
pergi ke Tehran mencoba menyelamatkan kondisi dan bertemu dengan Shah.
Pertemuan itu menjadi peristiwa monumental karena masing-masing memiliki
wewenang tak terbantahkan untuk kesepakatan. Kedua pihak pun meraih
terobosan baru. (IRIB Indonesia)
http://indonesian.irib.ir/c/journal/view_article_content?groupId=10330&articleId=5037999&version=1.0
Setelah pendudukan atas Iran oleh Inggris
dan Soviet, serta masuknya Amerika Serikat ke kancah Iran pada era
Perang Dunia II, persaingan kaum imperialis terhadap sumber minyak di
Iran juga semakin meningkat. Menyusul permintaan minyak dari ketiga
negara itu, pemerintah Iran menyatakan bahwa segala bentuk konsesi atau
kontrak minyak harus ditangguhkan setelah perang. Karena pada masa itu,
kondisi perekonomian negara sedang tidak sehat karena perang. Iran
secara resmi menolak permintaan minyak ketiga negara.
Penolakan tersebut sangat menyakitkan
bagi Uni Soviet yang langsung menghujani pemerintah Iran dengan berbagai
kritik. Doktor Mohammad Mosaddeq, mengemukakan pidato panjang di
parlemen dan menjawab pertanyaan dari berbagai media massa dalam negeri.
Pasca Perang Dunia II, Inggris dan Uni
Soviet, diwajibkan menarik mundur pasukannya dari wilayah Iran dalam
kurun waktu enam bulan. Akan tetapi Uni Soviet menolak keluar dari Iran
dan bahkan menambah jumlah pasukannya di wilayah utara. Pada masa itu,
Ahmad Qavam yang menjabat sebagai Perdana Menteri dengan berbagai
kebijakan yang diambil akhirnya mampu memaksa Uni Soviet menarik mundur
pasukannya dari utara Iran.
Ditandatangani kesepakatan antara
pemerintah Iran dan Duta Besar Uni Soviet di Tehran. Berdasarkan
kesepakatan tersebut, pasukan Soviet harus keluar dari wilayah Iran
dalam waktu satu setengah bulan dan akan dibentuk sebuah perusahaan
kolektif Iran-Soviet, yang proposalnya harus diserahkan kepada parlemen
hingga tujuh bulan berikutnya.
Akan tetapi, di tengah meningkatnya
nasionalisme Iran, ditetapkan satu pasal hukum pada 22 Oktober 1947 oleh
pemerintah Iran guna merevisi konsesi Anglo Iranian Oil Company (AIOC),
yang menjadi isu dominan dalam kehidupan politik di Iran selama
beberapa tahun ke depan.
Menariknya, pemerintah Inggris tidak
tampak kecewa atas penentapan hukum tersebut karena dengan demikian, Uni
Soviet kehilangan kesempatan untuk menjamah minyak Iran. Di satu sisi,
para pejabat Inggris mulai berunding dengan para pejabat Iran untuk
menjaga kepentingan minyak mereka di wilayah selatan Iran. Hasilnya
adalah bahwa kedua pihak menyepakati revisi
Akan tetapi kesepakatan tersebut
memancing penentangan hebat di dalam negeri termasuk dari kalangan
anggota parlemen dan pengamat. Akan tetapi pada akhirnya tanggal 17 Juli
1949, kesepakatan tambahan untuk konsesi 1933 ditandatangani oleh
direktur AIOC Neville Gass dan Menteri Keuangan Iran, Abbasqoli
Golshaiyan. Kesepakatan tersebut memang memihak pada Iran, akan tetapi
pemerintah Inggris mampu mengeruk berbagai konsesi hukum untuk
kesepakatan D’Arcy yang juga ditandatangani oleh parlemen. Inggris
berhasil memperpanjang kesepakatan tersebut hingga 33 tahun. Selama itu
penguasaan minyak Iran oleh pemerintah Inggris akan dijamin pemerintah
Tehran.
Berdasarkan pasal keepuluh dalam
kesepakatan tersebut memiliki legalitas hukum dan pemerintah Iran tidak
dapat dengan mudah membatalkan kesepakatan tersebut. Akan tetapi
berbagai dialog dan pembahasan meluas tentang masalah ini telah
menyadarkan masyarakat Iran yang akhirnya menyulap upaya memperjuangkan
hak bangsa dari bentuk perjuangan diplomatik menjadisebuah gerakan
nasional.
Ayatullah Kashani tampil untuk membimbing
gerakan perjuangan tersebut. Dia merilis pernyataan keras kepada AIOC
dan menuntut pembatalan kontrak. Meluasnya tuntutan pembatalan kontrak
tersebut dalam masyarakat sangat buruk bagi AIOC dan rezim Shah.
Ayatullah Kashani akhirnya diasingkan ke Lebanon.
Pembentukan Majlis ke-16 dan Terpilihnya PM Razmara
Majlis ke-16 dibentuk pada tanggal 20 Bahman 1328 (9 Februari 1950) dan pemerintahan Saed pada tanggal 27 Esfand tahun yang sama (18 Maret 1950), jatuh setelah tidak mendapat mosi percaya. Ali Mansour ditunjuk sebagai penanggung jawab pembentukan kabinet baru atas permintaan Kedutaan Besar Inggris terhadap Shah. Guna mendapat dukungan sebanyak-banyaknya dari kalangan agamis Mansour mengundang Ayatullah Kashani yang kala itu di pengasingannya di Lebanon untuk kembali pulang.
Majlis ke-16 dibentuk pada tanggal 20 Bahman 1328 (9 Februari 1950) dan pemerintahan Saed pada tanggal 27 Esfand tahun yang sama (18 Maret 1950), jatuh setelah tidak mendapat mosi percaya. Ali Mansour ditunjuk sebagai penanggung jawab pembentukan kabinet baru atas permintaan Kedutaan Besar Inggris terhadap Shah. Guna mendapat dukungan sebanyak-banyaknya dari kalangan agamis Mansour mengundang Ayatullah Kashani yang kala itu di pengasingannya di Lebanon untuk kembali pulang.
Akan tetapi kembalinya Ayatullah Kashani
bukan hanya tidak menguntungkan Mansour, namun justru meningkatkan
demonstrasi rakyat sepekan setibanya di Iran, Ayatullah Kashani
melayangkan surat kepada Majlis, yang dibacakan oleh Doktor Mosaddeq.
Surat itu dalam rangka mereaksi kesepakatan tambahan dengan AIOC.
Di satu sisi Mansour kehilangan dukungan
terkuatnya yaitu dari Inggris, dan di sisi lain menghadapi penentangan
hebat dari kubu Ayatullah Kashani. Akhirnya selang lima bulan berkuasa
Mansour terpaksa mengundurkan diri, dan Razmara menggantikan posisinya
sebagai Perdana Menteri.
Salah satu tugas utama Razmara adalah
menetapkan kesepakatan tambahan dengan AIOC yang diajukan oleh Mansour
kepada parlemen dan tengah dibahas di komisi energi. Komisi itu harus
menganalisa kesepakat tersebut dan menyerahkan hasilnya kepada parlemen.
Setelah melalui pembahasan panjang
akhirnya komisi itu merampungkan analisanya pada tanggal 19 Azar 1328 (9
Desember 1949) dan memaparkan penjelasannya kepada Majlis. Komisi
tersebut menyatakan penentangannya terhadap kesepakatan dengan AIOC
karena dinilai bertentangan dengan kepentingan bangsa Iran.
Pada tanggal 26 Azar 1328 (17 Desember
1949) parlemen menyetujui hasil analisa komisi energi dan dengan
demikian kesepakatan dengan AIOC dibatalkan.
Nasionalisasi Minyak
Di sela-sela laporannya, komisi energi menyinggung masalah nasionalisasi minyak. Ketika laporan itu diratifikasi, komisi minyak Iran mengajukan sebuah program yang ditandatangani anggotanya sebanyak 11 orang kepada Majlis. Akan tetapi karena kurang dukungan akhrinya program tersebut gagal dibahas dalam sidang Majlis.
Di sela-sela laporannya, komisi energi menyinggung masalah nasionalisasi minyak. Ketika laporan itu diratifikasi, komisi minyak Iran mengajukan sebuah program yang ditandatangani anggotanya sebanyak 11 orang kepada Majlis. Akan tetapi karena kurang dukungan akhrinya program tersebut gagal dibahas dalam sidang Majlis.
Di sisi lain Razmara berusaha mencari
jalan keluar dari kebuntuan yang ditimbulkan oleh komisi minyak
tersebut. Dia berusaha mencegah prakarsa nasionalisasi minyak. Pada
tanggal 3 Dey 1328 (24 Desember 1949), Razmara hadir dalam sidang
tertutup Majlis dan di sana dia menentang keras gagasan nasionalisasi
minyak. Di akhir pernyataannya Razmara mengatakan, “Nasionalosasi minyak
adalah pengkhianatan terbesar.”
Dua hari berikutnya, menteri keuangan,
Gholammohsen Forouhar mendatangi Majlis dan selain menentang
nasionalisasi minyak dia juga mengajukan sebuah prakarsa baru
Tanggal 8 Dey, atas imbauan Ayatullah
Kashani dan sejumlah partaifront nasional, dan puluhan ribu warga
berkumpul di bundaran Baharestan. Di akhir demonstrasi itu dirilis
statemen yang menentang kesepakatan dengan AIOC. Pasca berbagai
pekanggaran dan berbagai intrik Razmara, para pemimpin gerakan pendukung
nasionalisasi minyak berpendapat bahwa kendala utama bagi mereka adalah
Razmara. Kala itu gerakan rakyat dipimpin oleh Ayatullah Kashani,
berusaha dengan kerjasama front nasional yang dipimpin oleh Doktor
Mosaddeq, bersama sejumlah anggota Majlis, dan kelompok Fadaeyan-e Eslam
yang dipimpin oleh Shahid Navab Safavi. Fadaeyan-e Eslam dan Safavi
memutuskan untuk melakukan sebuah gerakan revolusioner dalam
merealisasikan program dengan menyingkirkan kendala utama yaitu Razmara
terlebih dahulu.
Dengan tersingkirnya Razmara, maka tidak
ada lagi pihak yang menghalangi program nasionalisasi minyak. Oleh
karena itu, komisi minyak di Majlis kembali mengajukan program
nasionalisasi minyak dan akhirya disetujui. Akan tetapi mengingat
sempitnya waktu untuk membahas program tersebut, komisi meminta
perpanjangan waktu hingga dua bulan untuk membahas implementasi program
tersebut.
Pada tanggal 17 Esfand 1329 (8 Maret 1951), Majlis menyetujui permintaan komisi minyak dan memutuskan dua ketetapan;
1. Komisi minyak dapat memanfaatkan ahli asing dan lokal dan jika oerlu mengundang mereka.
2. Mereka dapat hadir (tinggal) sampai 15 hari pasca pembentukan komisi.
2. Mereka dapat hadir (tinggal) sampai 15 hari pasca pembentukan komisi.
Nasionalisasi minyak Iran disetujui pada
tanggal 24 Esfand di Majlis dengan suara mutlak dan resmi ditetapkan
pada tanggal 29 Esfand 1329 (20 Maret 1951). Dengan isi ketetapan
sebagai berikut;
Bismillahirrahmanirrahim
Atas nama kesejahteraan bangsa Iran dan
dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, kami para penandatangan di
bawah ini mengusulkan nasionalisasi minyak Iran di seluruh kawasan tanpa
pengecualian, yakni seluruh operasi eksplorasi, penambangan, dan
pemanfaatan harus ditangani pemerintah.
Penetapan tersebut menjadi program kerja
pemerintah dan seluruh zona minyak Iran berada di bawah kontrol
pemerintah. Situasi tersebut membuat para pegawai dan pekerja asing di
sektor minyak Iran tidak puas dan akhirnya mereka semua meninggalkan
Iran pada 10 Mehr 1330 (2 Oktober 1951). (IRIB Indonesia)
http://indonesian.irib.ir/c/journal/view_article_content?groupId=10330&articleId=5057413&version=1.0
Para anggota parlemen, pejabat, dan tokoh
masyarakat Iran, berhasil mengembalikan sektor industri perminyakan ke
tangan bangsa ini. Pada hakikatnya, industri perminyakan ini telah
melalui berbagai proses dan liuk jalan yang sangat rumit, yang akhirnya
pengaruh tangan asing dapat direduksi.
Upaya tersebut tidak sederhana karena
sebelum upaya tersebut berhasil, jumlah pejabat atau karyawan lokal di
sektor industri perminyakan Iran baik yang bekerja di bidang
administrasi maupun di lapangan, tidak lebih dari 30 orang. Oleh karena
itu, nasionalisasi minyak Iran dapat dikatakan merupakan momentum
bersejarah dalam upaya pengembalian sektor ini ke tangan rakyat Iran.
Sektor industri yang sebelumnya sangat asing bagi bangsa ini.
Perlu digaris bawahi bahwa sektor
industri dan reduksi pengaruh perusahaan minyak Iran dan Inggris
(Anglo-Persian Oil Company) itu tidak terjadi secara mendadak dan lenyap
tiba-tiba. Karena setelah perusahaan gabungan Iran-Inggris itu
tersingkir, terbentuk pula perusahaan-perusahaan serupaya dan juga
berbagai konsorsium baru seperti yang terjadi pada tanggal 29 Oktober
1954. Pada hari itu ditandatangani kontrak antara pemerintah Iran di
satu sisi dan sebuah konsorsium yang terdiri dari sejumlah perusahaan
perminyakan ternama.
Anggota konsorsium minyak Iran itu adalah
Perusahaan Eksplorasi Minyak dan Produksi Iran dan Perusahaan
Penyulingan Minyak Iran yang membentuk sebuah konsorsium bernama Iranian
Oil Participants Ltd (IOP).
Kedua perusahaan diberi ijin untuk
melakukan eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas alam di zona
yang telah ditentukan di selatan Iran yang dinamanakan, “Zona Kontrak”,
serta menyuling minyak dan gas yang diproduksi. Masing-masing perusahaan
tersebut dibentuk berdasarkan undang-undang Belanda dan diresmikan di
Iran. Masing-masing perusahaan itu juga membentuk sebuah perusahaan
cabang perdagangan yang juga dicatat di Iran yang beraktivitas secara
independen. Perusahaan itu membeli minyak dan gas alam yang diproduksi
dari zona di kawasan selatan kemudian menjualnya ke luar negeri.
Kedua perusahaan minyak tersebut juga
menyuling minyak yang telah dibeli dan diekspor ke luar negeri. Komitmen
finansial perusahaan dagang yang merupakan cabang dari perusahaan
anggota konsorsium tersebut adalah membayar sebagian dari keuntungan
dari penjualan minyak mentah yang diekspor dan juga pajak dari hasil
penjualan sesuai dengan harga saat itu. Persentasenya mulai dari 23
persen meningkat hingga 55 persen.
Tugas dan Hak Perusahaan Minyak Nasional Iran Sebelum Revolusi Islam
Sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, Perusahaan Minyak Nasional Iran bertanggung jawab mendistribusi dan menjual produk minyak dan gas alam untuk digunakan di dalam negeri. Adapun Iranian Oil Participants Ltd (IOP) bertugas menyerahkan minyak mentah yang dituntut oleh pasar dalam negeri kepada Perusahaan Minyak Nasional Iran.
Sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, Perusahaan Minyak Nasional Iran bertanggung jawab mendistribusi dan menjual produk minyak dan gas alam untuk digunakan di dalam negeri. Adapun Iranian Oil Participants Ltd (IOP) bertugas menyerahkan minyak mentah yang dituntut oleh pasar dalam negeri kepada Perusahaan Minyak Nasional Iran.
Perusahaan Nasional Minyak Iran juga
bertanggung jawab memenuhi, menjaga, dan mengatur sarana dukungan
produksi dengan istilah “jasa non-minyak”. Sementara seluruh sektor
industri perminyakan sendiri secara eksklusif dipegang oleh pihak asing.
Fasilitas permanen industri minyak Iran dalam tahap ini meski secara
resmi adalah milik Perusahaan Nasional Minyak Iran, akan tetapi
berdasarkan kontrak, perusahaan anggota konsorsium, berhak
menggunakannya secara eksklusif selama kontrak berlaku.
Dengan dimulainya aktivitas konsorsium
tersebut dan meski menurut rencana sebelumnya undang-undang
nasionalisasi minyak akan diberlakukan, akan tetapi pada praktiknya,
pemerintah dan Perusahaan Minyak Nasional Iran memiliki wewenang yang
terbatas dalam hal ini. Hingga September 1974, para anggota konsorsium
secara arbitrer menetapkan tingkat produksi dan harga minyak yang
menjadi faktor utama pendapatan negara, tanpa berkonsultasi dengan
pemerintah Iran. Pada hakikatnya, pemerintah Iran tidak memiliki hak dan
wewenang apa pun dalam hal ini.
Pada sejak tahun 1974 dan pembentukan
perusahaan jasa perminyakan Iran OSCO, terjadi perubahan besar dalam
mekanisme pengawasan dan peran pemerintah dalam kinerja konsorsium. Akan
tetapi pada faktanya adalah bahwa sampai terjadinya Revolusi Islam,
pemerintah Iran tidak memiliki hak penuh di sektor paling vital ini.
Revolusi Islam dan Aksi Mogok Massal di Sektor Minyak
Kemarahan rakyat terhadap rezim Shah Pahlevi, meluas ke seluruh penjuru negeri. Minyak, yang industri utama dan sangat vital untuk perekonomian negara, sudah tidak mampu lagi bersabar di hadapan pengaruh luas pihak asing dan penistaan terhadap bangsa ini yang dimulai sejak penandatanganan kontrak D’Arcy.
Kemarahan rakyat terhadap rezim Shah Pahlevi, meluas ke seluruh penjuru negeri. Minyak, yang industri utama dan sangat vital untuk perekonomian negara, sudah tidak mampu lagi bersabar di hadapan pengaruh luas pihak asing dan penistaan terhadap bangsa ini yang dimulai sejak penandatanganan kontrak D’Arcy.
Akhirnya pada bulan Oktober 1978,
percikan pertama protes dan aksi mogok di wilayah-wilayah kaya minyak di
selatan terpantik dan dalam sebuah aksi terkoordinasi, para pegawai di
sektor ini secara serentak melakukan melakukan aksi mogok. Secara
gradual aksi mogok dan protes terhadap perusahaan OSCO meningkat yang
juga dikontrol oleh pihak asing.
Dengan cepat gelombang protes dan aksi
mogok meluas ke berbagai kawasan. Sektor perminyakan Iran tengah
mengambil langkah historis. Para pegawai dan buruh pernyulingan minyak
Tehran juga masuk ke jantung gerakan Revolusi Islam di Tehran. Adapun di
wilayah selatan, kondisinya tidak semudah itu. Jumlah pegawai lokal di
bidang administrasi dan lapangan di zona-zona minyak Iran, bertambah
seiring dengan pelaksanaan undang-undang nasionalisasi minyak. Selain di
sektor manajemen, nyaris semua bidang di sektor minyak Iran dipegang
oleh pegawai lokal. Oleh karena itu, pihak keamanan berusaha keras untuk
menyeret para pegawai tersebut kembali bekerja dan mereka melancarkan
berbagai tekanan hebat yang terus meningkat terhadap para pegawai dan
buruh lokal.
Tersumbatnya kran minyak Iran semakin
memperburuk kondisi dan semakin mendekatkan gerakan Revolusi Islam
kepada kemenangannya. Dikhawatirkan, rezim akan berhasil mengakhiri aksi
mogok tersebut dan dapat kembali bernafas dengan dimulainya ekspor
minyak. Jika hal itu terjadi maka semangat Revolusi Islam akan terkoyak.
Akan tetapi, para pegawai minyak di selatan bertahan dalam menghadapi
berbagai tekanan dan tetap melanjutkan aksi mereka.
Pada tanggal 27 Desember 1978, para
penguasa negara-negara Barat dan Amerika Serikat, menggelar sidang
singkat di Guadalupe, guna membahas kondisi di Iran, dan dalam
konferensi pers, media massa dunia dikejutkan dengan pengumuman bahwa
“Hari ini ekspor minyak Iran terputus total.”
Keluarnya Pihak Asing
Akhirnya seluruh wewenang dan manajemen fasilitas minyak Iran berada di tangan para pegawai Iran dan para pegawai asing untuk kedua kalinya bersiap-siap untuk meninggalkan Iran. Di kawasan yang dihuni oleh warga asing di Ahwaz, Abadan, dan seluruh kawasan di Iran, para analis Amerika dan Eropa dengan cepat mengemas seluruh perabotan mereka serta menjual kendaraan, rumah, dan vila-vila mereka agar segera hengkang dari Iran.
Akhirnya seluruh wewenang dan manajemen fasilitas minyak Iran berada di tangan para pegawai Iran dan para pegawai asing untuk kedua kalinya bersiap-siap untuk meninggalkan Iran. Di kawasan yang dihuni oleh warga asing di Ahwaz, Abadan, dan seluruh kawasan di Iran, para analis Amerika dan Eropa dengan cepat mengemas seluruh perabotan mereka serta menjual kendaraan, rumah, dan vila-vila mereka agar segera hengkang dari Iran.
Bandara Ahwaz yang sebelumya digunakan
untuk mempermudah ketibaan para analis asing, pada hari-hari itu sibuk
untuk melayani penerbangan secara silih berganti ke luar negeri dalam
rangka mempercepat proses pemulangan para warga asing.
Di pintu terakhir terakhir sebelum menuju
pesawat, seorang insinyur asal Amerika Serikat yang sedang berjalan
menuju pesawat berpaling ke arah seorang pegawai bandaran lokal berkata;
“Kita akan segera bertemu lagi kawan! Kami akan segera kembali!”
Pegawai bandara itu dengan cepat
menjawab: “Tidak untuk kali ini! Saya kita kalian tidak akan kembali
setelah ini!” (IRIB Indonesia/MZ)
Dahlan terkejut MK bubarkan BP Migas
Jakarta (ANTARA
News) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku kaget dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas
Bumi (BP Migas).
"Saya terkejut MK sebegitu cepatnya membuat keputusan membubarkan BP Migas. Untuk itu kami harus segera berkoordinasi dengan menteri terkait," kata Dahlan usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, terkait dugaan korupsi di PLN sebesar Rp37,6 triliun, di Gedung MPR/DPR-RI di Jakarta, Selasa.
Menurut Dahlan, dirinya sesungguhnya tidak berhak mengomentari pembubaran BP Migas tersebut, karena merupakan otoritas Kementerian ESDM.
Namun persoalannya BUMN memiliki perusahaan terkait dengan sektor migas seperti Pertamina, PGN dan lainnya.
Pembubaran BP Migas diputuskan melalui surat MK No. 36/PUU-X/2012, dengan begitu tugas dan fungsi BP dilaksanakan sementara oleh Dirjen Migas.
Pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.
Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut Dahlan, atas keputusan MK tersebut dirinya akan berkonsultasi dengan pihak-pihak lain terkait, termasuk dengan korporasi BUMN.
"Putusan MK itu final berarti harus dijalankan. Bagaimana melaksanakannya saya harus konsultasi dulu," tegas Dahlan.
(R017/Y008)
"Saya terkejut MK sebegitu cepatnya membuat keputusan membubarkan BP Migas. Untuk itu kami harus segera berkoordinasi dengan menteri terkait," kata Dahlan usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, terkait dugaan korupsi di PLN sebesar Rp37,6 triliun, di Gedung MPR/DPR-RI di Jakarta, Selasa.
Menurut Dahlan, dirinya sesungguhnya tidak berhak mengomentari pembubaran BP Migas tersebut, karena merupakan otoritas Kementerian ESDM.
Namun persoalannya BUMN memiliki perusahaan terkait dengan sektor migas seperti Pertamina, PGN dan lainnya.
Pembubaran BP Migas diputuskan melalui surat MK No. 36/PUU-X/2012, dengan begitu tugas dan fungsi BP dilaksanakan sementara oleh Dirjen Migas.
Pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.
Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut Dahlan, atas keputusan MK tersebut dirinya akan berkonsultasi dengan pihak-pihak lain terkait, termasuk dengan korporasi BUMN.
"Putusan MK itu final berarti harus dijalankan. Bagaimana melaksanakannya saya harus konsultasi dulu," tegas Dahlan.
(R017/Y008)
Editor: Suryanto
Senin, 12 November 2012
Tips Ahok untuk Kader NasDem yang Minat Jadi Anggota DPRD
Sukma Indah Permana - detikNews
Jakarta - Jadilah pemerhati kebutuhan rakyat.
Itulah tips dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) bagi anggota NasDem yang ingin duduk sebagai anggota DPRD DKI
Jakarta.
Tips itu diberikan Ahok saat menerima kunjungan anggota DPW DKI Jakarta di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2012).
Ahok berpendapat Partai NasDem Jakarta dianggap berguna bagi warga Ibukota jika memperhatikan rakyat.
"Kalau Bapak-bapak berminat menjadi anggota DPRD DKI, maka mulai sekarang Bapak-bapak mulai menjadi pemerhati kebutuhan rakyat, pemerhati pelayanan publik, dan melalui akses kami mengawasi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Tentu maka dianggap Bapak-bapak sangat berjasa," papar Ahok yang memakai kemeja batik warna coklat ini.
Rombongan Nasdem dipimpin Ketua DPW Armyn Gultom. Dalam kesempatan itu, Armyn menyampaikan 7 dorongan dan dukungan terhadap program-program pembangunan di Ibu Kota.
(aan/nrl)
Tips itu diberikan Ahok saat menerima kunjungan anggota DPW DKI Jakarta di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2012).
Ahok berpendapat Partai NasDem Jakarta dianggap berguna bagi warga Ibukota jika memperhatikan rakyat.
"Kalau Bapak-bapak berminat menjadi anggota DPRD DKI, maka mulai sekarang Bapak-bapak mulai menjadi pemerhati kebutuhan rakyat, pemerhati pelayanan publik, dan melalui akses kami mengawasi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Tentu maka dianggap Bapak-bapak sangat berjasa," papar Ahok yang memakai kemeja batik warna coklat ini.
Rombongan Nasdem dipimpin Ketua DPW Armyn Gultom. Dalam kesempatan itu, Armyn menyampaikan 7 dorongan dan dukungan terhadap program-program pembangunan di Ibu Kota.
(aan/nrl)
Jumat, 26 Oktober 2012
Dahlan: Saya Ikhlas Masuk Penjara
Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengaku siap dibui jika kebijakannya saat menjabat Direktur Utama PT PLN (Persero), yang menimbulkan inefisiensi sebesar Rp 37,6 triliun, dianggap salah. Inefisiensi ini tercatat dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Kalau keputusan itu salah, saya harus berani menanggung risikonya,” kata Dahlan di kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2012. “Masuk penjara pun akan saya jalani dengan seikhlas-ikhlasnya.” Menurut Dahlan, menjadi pemimpin tidak boleh mau jabatannya saja, tetapi harus juga mau menanggung risikonya.
Dahlan menjelaskan inefisiensi terjadi karena saat itu PLN tidak mendapatkan pasokan gas seperti yang dijanjikan. “Bahkan, suatu kali jatah gas PLN itu dikurangi dan diberikan kepada industri,” ucapnya.
Kondisi PLN yang tidak mendapatkan jatah gas membuat Dahlan sebagai Direktur Utama dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, memadamkan listrik di Jakarta. Kedua, menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi pembangkit listrik. Dahlan pun memilih opsi kedua.
“Begitu enggak dapat gas, enggak bisa diganti batu bara. Harus diganti dengan BBM,” ucap Dahlan. Karena harga BBM lebih mahal dari gas, keputusan ini membuat terjadinya inefisiensi di PLN sebesar triliunan rupiah.
Menurut dia, opsi untuk menggunakan BBM tersebut bukannya tanpa alasan. Sebabnya, tidak mungkin ia memilih opsi untuk mematikan listrik di Jakarta. “Itu padamnya bukan main-main. Padamnya luar biasa luasnya dan tidak hanya satu-dua hari, bisa satu tahun. Mau orang Jakarta tidak punya listrik selama satu tahun?” ujar Dahlan. Ia pun menganggap alasan ini sudah diketahui Komisi Energi DPR RI.
Kamis, 25 Oktober 2012
Sabtu, 20 Oktober 2012
Demo, Mahasiswa UIN Bakar Gambar SBY
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Front Aksi Mahasiswa Jogja dan Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, melakukan unjuk rasa Sabtu (20/10) pagi untuk memperingati delapan tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam demo itu, seorang mahasiswa membakar gambar Presiden SBY.
Mereka menuntut Presiden SBY turun dari jabatannya lantaran dianggap telah gagal memimpin bangsa. "Kami menuntut supaya SBY mundur sebelum 2014. Dia sudah gagal dalam memimpin bangsa ini," terang Abdul Khalid, korlap aksi kepada Kompas.com di sela aksi.
Abdul menambahkan, selama memimpin SBY hanya bisa melontarkan retorika, tanpa tindakan nyata. Korupsi merajalela dan pertentangan antar institusi pemerintah sering terjadi.
"Tidak ada tindakan nyata yang dikerjakan SBY-Boediono selama kurun waktu delapan tahun kepemimpinannya. Jelas terlihat SBY-Boediono tidak memihak ke rakyat kecil. Rakyat sudah jenuh dengan retorika-retorika dan sandiwara-sandiwara elit politik. Semakin banyak masyarakat yang berada di garis kemiskinan, menjadi bukti gagalnya kepemimpinan SBY," tegasnya
Dalam aksinya, para mahasiswa menutup jalan dengan membuat lingkaran di tengah pertigaan jalan depan kampus UIN. Mahaswa juga melakukan aksi bakar ban dan membakar foto Presiden SBY yang dianggap gagal memimpin bangsa. Aparat kepolisian yang berjaga berusaha keras mengatur arus lalu lintas yang tersendat.
Editor :
Farid Assifa
Minggu, 14 Oktober 2012
Kompetensi Ahok Dampingi Jokowi Belum Teruji
INILAH.COM, Jakarta - Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Ibramsyah menilai kompetensi Basuki T Purnama (Ahok) dalam mendampingi Jokowi belum teruji. Kekuatan Ahok belum kelihatan dalam memadukan kemampuannya bersama Jokowi.
"Dalam memimpin Jakarta, diperlukan kepemimpinan Jokowi dalam mengatur Wakil Gubernurnya. Ahok tetap harus melihat Jokowi sebagai komandannya." kata Ibramsyah, Minggu (14/10/2012) kemarin.
Menurutnya, warga Jakarta memiliki ekspektasi tinggi terhadap kepemimpinan Jokowi, dan menunggu Jokowi menepati janjinya yaitu berkeliling wilayah Jakarta, tidak hanya dikantor saja. "Ya kita lihat saja penepatan janjinya," ungkapnya.
Sementara peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan tantangan yang terberat harus dihadapi Jokowi usai dilantik yaitu membenahi birokrasi di jajaran Pemprov DKI. Sebab, kinerja Jokowi harus ditopang dengan birokrasi yang solid. Kalau tidak solid, maka dia tidak akan dapat bekerja dengan baik, bahkan akan menuju kehancuran.
"Dia kan belum dikenal dan belum poernah bersentuhan dengan seluruh birokrasi Pemprov DKI. Jadi yang pertama kali harus dilakukan adalah menyapa dan merangkul pegawainya, tidak hanya sekedar kulonuwun saja. Sebab senya perubahan dan pelaksanaan program otaknya ada di birokrasi," kata Siti.
Yang harus dilakukan Jokowi adalah turun dari singgasananya untuk bertemu langsung dan meninjau langsung SKPD dan UKPD DKI di lapangan. Berinteraksi langsung dengan para birokrasi dan tidak terlena dengan fasilitas yang dia terima sebagai Gubernur DKI Jakarta. Artinya, sebelum melakukan program-program pembangunan yang menjadi fokus utamanya, Jokowi harus menguatkan pondasinya di birokrasi , kalau tidak dikhawatirkan akan timbul konflik.
Tantangan terberat kedua adalah mengurai kemacetan lalu lintas. Masalah ini mengalahkan masalah pendidikan gratis dan banjir. Memang tidak akan mungkin selesai dalam satu tahun, tetapi Jokowi harus jelas menetapkan arah mengurai kemacetannya. Baik bekerja sama dengan pemerintah daerah sekitar seperti Pemprov Jawa Barat dan Banten maupun pemerintah pusat.
"Karena untuk menyelesaikan masalah ini, Pemprov DKI tidak bisa sendirian," ujarnya.[dit]
Senin, 08 Oktober 2012
Akun Facebook Novel Baswedan Beberkan Kebobrokan Polri
SOLO—Novel Baswedan membeberkan kebobrokan Polri lewat Facebook Kompol Novel Baswedan. Fanpage tersebut hingga Senin (8/10/2012) sore sudah mendapat 3.024 like.
Dalam Fanpage itu terpasang foto Novel, istri dan anak Novel. Dalam Fanpage tersebut juga tertulis Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK RI.
Lewat status yang diposting Senin, sekitar pukul 17.00 WIB itu, Novel menuliskan beberapa pandangannya tentang Polri.
“Pimpinan Polri kedepan harus orang yang jujur, karena kekuasaan Polri terlalu besar. Dimulai dari klarifikasi kekayaan apa adanya, dan pola hidup sederhana. Tidak akan bisa bersikap jujur bila hidup mewah dan berkeinginan memiliki kekayaan banyak. Karena pasti akan berbohong dlm rangka sembunyikan hartanya.”
Status tersebut juga mendapat komen dari berbagai orang yang sebagian besar member dukungan kepada Novel.
“SAVE KOMPOL NOVEL…!!! mari dukung Novel dan KPK. semoga Allah memberikan Ridhanya kpd kompol novel, jangan takut ALLAH dan Rakyat bersamamu jangan pernah menyerah ‘WAQUL JA’AL HAQQU WA ZAHAQAL BATIL, kebenaran akan mengalahkan kebatilan. Buat Kompol NOVEL inilah semua ujian untukmu krn ALLAH ingin mengangkat derajatmu,krn Allah adalah hakim yg adil dan dia akan menunjukkan mana yg benar dan mana yg salah,” ujar Taufiqurrahman Cayangk Tasya-Rama.
Sebelum posting tersebut, Novel juga menuliskan di status soal praktik pungli. “Pimpinan Polri mestinya tidak boleh marah bila praktik pungli di samsat2, yg melalui dealer dan penggunaan dana negara utk pengadaan dgn mark up dihentikan oleh KPK atau aparatur pemberantasa korupsi lainnya. Sudah saatnya transparansi dan tdk bodohi masyarakat.”
Curhatan lain Kompol Novel soal yang sangat berharap pimpinan Polri agar jujur kepada masyarakat. “Pimpinan Polri harus mulai melakukan kejujuran thd masyarakat. Mulai saja dari hal yang kecil. Hilangkan pungutan2 yg sendiri2 dan yg terkoordinir oleh Dealer mobil atas surat kendaraan di seluruh Samsat di Indonesia. Dan jgn lagi gunakan uang negara utk pengadaan yg mark up.”
Dalam FB Novel Baswedan itu, dia juga menuliskan soal kasus yang dituduhkan kepadanya. Menurut dia, kasus soal penembakan dia hanyalah fitnah. Fitnah tersebut menurutnya bukan kali pertama yang dialaminya.
“Yang belakangan membuat saya SANGAT KECEWA, rupanya atas kriminalisasi thd saya digunakan utk memukul KPK dgn upaya penangkapan + penggeledahan di kantor KPK. Upaya tsb diketahui dan direnc oleh petinggi Polri yg selama ini mempersepsikan dirinya sebagai orang baik. Berhentilah beretorika, takutlah dgn Adzab Allah..”
Sebelumnya akun FB Hafidz Baswedan yang mengaku adik kandung Novel Baswedan memajang surat terbuka dari keluarga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi asal Mabes Polri yang hendak dicokok polisi.
Surat tersebut diposting Hafidz yang menyebut dirinya berkerja di TNI Angkatan Laut dan bertugas di Sidoardjo pada 6 Oktober 2012. Sudah hampir 700 orang yang membaca surat tersebut sejak diposting.
Akun Hafidz memiliki 805 teman, salah satunya atas nama Novel Baswedan. Beberapa akun dengan nama belakang Baswedan tercatat bertemen dengan Hafidz.
Meski demikian belum bisa dipastikan apakah Hafidz memang merupakan adik kandung Novel dan bertugas di TNI Angkatan Laut. Dan belum jelas apakah Hafidz sendiri yang memajang surat terbuka tersebut.
Sabtu, 06 Oktober 2012
Minggu, 30 September 2012
Kemunafikan Partai Politik
Oleh Anwari WMK
Tanpa partai politik mustahil demokrasi bisa diwujudkan menjadi realitas kongkret, demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, demokrasi merupakan life system yang mendasari tegaknya keadilan. Inilah aksioma yang hampir tak terbantahkan, berlaku dari dulu hingga kini. Partai politik, dengan demikian, hadir sebagai instrumen untuk menghimpun kekuatan massa yang secara asertif berdiri tegak di garda depan perjuangan mewujudkan demokrasi. Imperatif keberadaan partai politik semaca ini analog dengan keberadaan korporasi dalam perekonomian. Tanpa korporasi, mustahil daya saing perekonomian mampu dikonstruksikan menjadi kenyataan. Jika korporasi merupakan anasir penting terwujudnya daya saing ekonomi, partai politik merupakan aspek fundamental terwujudnya demokrasi. Sangat bisa dimengerti pada akhirnya mengapa di negara-negara otoriter, sistem politik berpijak pada prinsip single party. Hanya di negara-negara demokratislah benar-benar lahir dan berkembang sistem multipartai.
Dengan logika semacam itu, tampak jelas betapa sesungguhnya sangatlah penting dan strategis keberadaan partai politik. Melalui kelembagaan partai politik itulah, putera-puteri terbaik di kalangan anak-anak bangsa (the good sons and daughters of tha land) mengabdikan dirinya secara bersama, demi mewujudkan demokrasi. Sungguh mulia anak-anak bangsa yang rela menghabiskan waktu dan sumber daya untuk mengelola partai politik. Pada titik ini tak berlebihan jika kemudian dikatakan, bahwa mengabdi untuk membesarkan partai politik merupakan panggilan kebangsaan. Berbagai konsekuensi dalam hal pengelolaan partai politik hingga berujung pada tercapainya kekuasaan di parlemen atau di pemerintahan, semuanya bertitik tolak dari panggilan kebangsaan. Itulah mengapa, bagi setiap tokoh partai, jabatan-jabatan politik bukanlah mata pencaharian. Pada setiap jabatan politik termaktub panggilan kebangsaan.
Tapi aneh bin ajaib, semua hal yang baru saja dikemukakan merupakan sesuatu yang indah di atas kertas. Pada prakteknya di belantara politik, tokoh-tokoh politik tak lebih hanyalah “sekawanan burung hering pemakan bangkai”. Dalam realitas hidup yang sangat kongkret, tokoh-tokoh politik yang berafiliasi dengan partai-partai politik tak lebih hanyalah monster yang begitu ambisius memburu kekuasaan—hampir tanpa titik jedah. Dan setelah kekuasaan benar-benar diraih, praksis politik disterilisasi sepenuhnya dari keniscayaan mewujudkan kedaulatan rakyat. Politik sebagai panggilan kebangsaan pun lantas berhenti sekadar sebagai kata-kata kosong tanpa makna. Pelan tapi pasti, masyarakat merasakan secara sangat kongkret sesuatu yang teramat ganjil. Betapa sesungguhnya, tokoh-tokoh partai yang berhasil meraih kekuasaan itu teralienasi dari amanat penderitaan rakyat.
Pada titik persoalan ini, Indonesia sebagai bangsa benar-benar dibenturkan dengan masalah hipokritas atau kemunafikan partai politik dalam demokrasi. Baik sebagai latar depan maupun sebagai latar belakang, hipokritas merupakan trase bagi partai politik di Indonesia untuk meluluhlantakkan dirinya sendiri. Hipokritas telah menghantarkan pengelolaan partai politik Indonesia—pada kurun waktu kontemporer—untuk mengingkari kesejatian dirinya sendiri. Hipokritas telah menggerus makna partai politik sebagai pilar penting tegaknya demokrasi. Rontoknya partai-partai politik dalam perolehan suara pada pemilu legislatif 9 April 2009, sedikit banyaknya harus disimak sebagai konsekuensi logis dari berkecamuknya hipokritas partai politik dalam demokrasi. Pertanyaannya kemudian, bagaimana hipokritas itu dimengerti hakikatnya?
Pertama, hipokritas partai politik dalam demokrasi dapat disimak dari peran dan fungsi partai politik. Dalam konteks ini, peran dan fungsi partai politik diciutkan secara dramatis untuk sekadar menjadi biduk dan atau wahana perburuan kekuasaan. Tatkala kenyataan buruk semacam ini kian menguat menjadi habitus, maka “logis” manakala partai politik bermetamorfosis menjadi wahana dagang sapi kekuasaan. Apa boleh buat, dengan nada getir harus dikatakan, bahwa partai di Indonesia gagal mengusung cita-cita politik menuju terwujudnya kemaslahatan kolektif. Dalam penghadapannya dengan masyarakat, partai politik malah menjadi bagian dari karut marut pemerintahan.
Kedua, hipokritas partai politik dalam demokrasi berjalin kelindan dengan tindakan destruktif kalangan partai politik. Apa yang penting kita catat sebagai sesuatu yang buruk adalah ini: Partai politik mengembangkan mekanisme pertahanan diri berupa pengingkaran dan pengabaian terhadap janji-janji politik. Padahal, janji-janji politik itu semula dimaksudkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat. Apa yang diucapkan sebagai janji politik selama musim kampanye pemilu, misalnya, hampir pasti tak disertai oleh dasar-dasar moralitas untuk dipenuhi melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Janji politik selama musim kampanye pemilu dikemukakan semata demi meraup sebanyak mungkin dukungan suara dari rakyat. Inilah hipokritas yang mengambil titik tolak dari perlucutan asas resiprokalitas terhadap rakyat yang telah terlibat aktif dalam cash the ballot di bilik-bilik suara di hari pemilu.
Ketiga, partai politik merupakan liabilitas tatkala muncul tuntutan agar partai politik melakukan pembaruan politik secara mendasar. Dengan pembaruan politik, Indonesia menelaah secara kritis peran dan kedudukannya berhadapan dengan negara-negara lain di dunia. Muncul urgensi agar partai politik memerhatikan secara sungguh-sungguh kebertekuk lututan Indonesia berhadapan dengan negara-negara lain. Segenap realitas yang melingkupi seluruh aras hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangga—seperti Singapura dan Malaysia—sedemikian rupa memosisikan Indonesia sebagi underdog. Pada era Orde Baru, Indonesia memang dihormati sebagai the big brother di Asia Tenggara. Namun setelah itu, Indonesia dilecehkan oleh negara yang lebih kecil seperti Singapura dan Malaysia. Meminjam frase yang secara sengak sering diucapkan Amien Rais, Indonesia pada akhirnya menjadi salah satu provinsi bagi Singapura. Realitas ini merupakan akibat logis dari pergeseran posisi partai dari aset menjadi liabilitas, atau dari berkah menjadi beban. Partai politik gagal mengembangkan cetak biru politik bebas aktif—sebagaimana termaktub dalam konstitusi—yang relevan dengan perkembangan abad XXI.
Keempat, hipokritas partai politik mengambil titik tolak dari pragmatisme yang begitu telanjang demi memenangi sengitnya pertarungan politik. Dalam pemilu presiden 8 Juli 2009, pimpinan partai-partai politik membebaskan kadernya memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mana pun. Terutama bagi partai yang tak mengusung capres-cawapres sendiri—seperti PAN, PBB dan PPP—arahan pimpinan partai-partai politik merupakan sebuah ambigu. Arahan ini bertolak belakang dengan opsi dewan pimpinan pusat partai yang telah menetapkan memilih capres dan cawapres tertentu. Hipokritas dalam konteks ini ditandai oleh timbulnya kontradiksi antara sikap resmi partai di satu pihak, dan pilihan bebas kader partai di lain pihak.
Jika hipokritas yang dibentangkan di atas berlarut-larut, maka sempurnalah partai politik sebagai kawah candradimuka lahirnya politisi-politisi tak berkarakter. Jika situasi tersebut tak terkoreksikan secara total, maka ke depan, partai politik bermetamorfosis menjadi “mesin” yang hanya melahirkan politikus plintat-plintut. Sudah saatnya, perjalanan demokrasi bangsa ini dilengkapi oleh upaya falsifikasi secara kritis terhadap keberadaan partai politik. Sudah saatnya kita mengembangkan pesimisme konstruktif terhadap eksistensi partai-partai politik. Bangsa ini terlalu bermakna jika diposisikan sebagai tumbal pengelolaan partai politik yang ugal-ugalan.
Analisis Berita, Vol. 2, Nomor 130, 2009.
Tanpa partai politik mustahil demokrasi bisa diwujudkan menjadi realitas kongkret, demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, demokrasi merupakan life system yang mendasari tegaknya keadilan. Inilah aksioma yang hampir tak terbantahkan, berlaku dari dulu hingga kini. Partai politik, dengan demikian, hadir sebagai instrumen untuk menghimpun kekuatan massa yang secara asertif berdiri tegak di garda depan perjuangan mewujudkan demokrasi. Imperatif keberadaan partai politik semaca ini analog dengan keberadaan korporasi dalam perekonomian. Tanpa korporasi, mustahil daya saing perekonomian mampu dikonstruksikan menjadi kenyataan. Jika korporasi merupakan anasir penting terwujudnya daya saing ekonomi, partai politik merupakan aspek fundamental terwujudnya demokrasi. Sangat bisa dimengerti pada akhirnya mengapa di negara-negara otoriter, sistem politik berpijak pada prinsip single party. Hanya di negara-negara demokratislah benar-benar lahir dan berkembang sistem multipartai.
Dengan logika semacam itu, tampak jelas betapa sesungguhnya sangatlah penting dan strategis keberadaan partai politik. Melalui kelembagaan partai politik itulah, putera-puteri terbaik di kalangan anak-anak bangsa (the good sons and daughters of tha land) mengabdikan dirinya secara bersama, demi mewujudkan demokrasi. Sungguh mulia anak-anak bangsa yang rela menghabiskan waktu dan sumber daya untuk mengelola partai politik. Pada titik ini tak berlebihan jika kemudian dikatakan, bahwa mengabdi untuk membesarkan partai politik merupakan panggilan kebangsaan. Berbagai konsekuensi dalam hal pengelolaan partai politik hingga berujung pada tercapainya kekuasaan di parlemen atau di pemerintahan, semuanya bertitik tolak dari panggilan kebangsaan. Itulah mengapa, bagi setiap tokoh partai, jabatan-jabatan politik bukanlah mata pencaharian. Pada setiap jabatan politik termaktub panggilan kebangsaan.
Tapi aneh bin ajaib, semua hal yang baru saja dikemukakan merupakan sesuatu yang indah di atas kertas. Pada prakteknya di belantara politik, tokoh-tokoh politik tak lebih hanyalah “sekawanan burung hering pemakan bangkai”. Dalam realitas hidup yang sangat kongkret, tokoh-tokoh politik yang berafiliasi dengan partai-partai politik tak lebih hanyalah monster yang begitu ambisius memburu kekuasaan—hampir tanpa titik jedah. Dan setelah kekuasaan benar-benar diraih, praksis politik disterilisasi sepenuhnya dari keniscayaan mewujudkan kedaulatan rakyat. Politik sebagai panggilan kebangsaan pun lantas berhenti sekadar sebagai kata-kata kosong tanpa makna. Pelan tapi pasti, masyarakat merasakan secara sangat kongkret sesuatu yang teramat ganjil. Betapa sesungguhnya, tokoh-tokoh partai yang berhasil meraih kekuasaan itu teralienasi dari amanat penderitaan rakyat.
Pada titik persoalan ini, Indonesia sebagai bangsa benar-benar dibenturkan dengan masalah hipokritas atau kemunafikan partai politik dalam demokrasi. Baik sebagai latar depan maupun sebagai latar belakang, hipokritas merupakan trase bagi partai politik di Indonesia untuk meluluhlantakkan dirinya sendiri. Hipokritas telah menghantarkan pengelolaan partai politik Indonesia—pada kurun waktu kontemporer—untuk mengingkari kesejatian dirinya sendiri. Hipokritas telah menggerus makna partai politik sebagai pilar penting tegaknya demokrasi. Rontoknya partai-partai politik dalam perolehan suara pada pemilu legislatif 9 April 2009, sedikit banyaknya harus disimak sebagai konsekuensi logis dari berkecamuknya hipokritas partai politik dalam demokrasi. Pertanyaannya kemudian, bagaimana hipokritas itu dimengerti hakikatnya?
Pertama, hipokritas partai politik dalam demokrasi dapat disimak dari peran dan fungsi partai politik. Dalam konteks ini, peran dan fungsi partai politik diciutkan secara dramatis untuk sekadar menjadi biduk dan atau wahana perburuan kekuasaan. Tatkala kenyataan buruk semacam ini kian menguat menjadi habitus, maka “logis” manakala partai politik bermetamorfosis menjadi wahana dagang sapi kekuasaan. Apa boleh buat, dengan nada getir harus dikatakan, bahwa partai di Indonesia gagal mengusung cita-cita politik menuju terwujudnya kemaslahatan kolektif. Dalam penghadapannya dengan masyarakat, partai politik malah menjadi bagian dari karut marut pemerintahan.
Kedua, hipokritas partai politik dalam demokrasi berjalin kelindan dengan tindakan destruktif kalangan partai politik. Apa yang penting kita catat sebagai sesuatu yang buruk adalah ini: Partai politik mengembangkan mekanisme pertahanan diri berupa pengingkaran dan pengabaian terhadap janji-janji politik. Padahal, janji-janji politik itu semula dimaksudkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat. Apa yang diucapkan sebagai janji politik selama musim kampanye pemilu, misalnya, hampir pasti tak disertai oleh dasar-dasar moralitas untuk dipenuhi melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Janji politik selama musim kampanye pemilu dikemukakan semata demi meraup sebanyak mungkin dukungan suara dari rakyat. Inilah hipokritas yang mengambil titik tolak dari perlucutan asas resiprokalitas terhadap rakyat yang telah terlibat aktif dalam cash the ballot di bilik-bilik suara di hari pemilu.
Ketiga, partai politik merupakan liabilitas tatkala muncul tuntutan agar partai politik melakukan pembaruan politik secara mendasar. Dengan pembaruan politik, Indonesia menelaah secara kritis peran dan kedudukannya berhadapan dengan negara-negara lain di dunia. Muncul urgensi agar partai politik memerhatikan secara sungguh-sungguh kebertekuk lututan Indonesia berhadapan dengan negara-negara lain. Segenap realitas yang melingkupi seluruh aras hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangga—seperti Singapura dan Malaysia—sedemikian rupa memosisikan Indonesia sebagi underdog. Pada era Orde Baru, Indonesia memang dihormati sebagai the big brother di Asia Tenggara. Namun setelah itu, Indonesia dilecehkan oleh negara yang lebih kecil seperti Singapura dan Malaysia. Meminjam frase yang secara sengak sering diucapkan Amien Rais, Indonesia pada akhirnya menjadi salah satu provinsi bagi Singapura. Realitas ini merupakan akibat logis dari pergeseran posisi partai dari aset menjadi liabilitas, atau dari berkah menjadi beban. Partai politik gagal mengembangkan cetak biru politik bebas aktif—sebagaimana termaktub dalam konstitusi—yang relevan dengan perkembangan abad XXI.
Keempat, hipokritas partai politik mengambil titik tolak dari pragmatisme yang begitu telanjang demi memenangi sengitnya pertarungan politik. Dalam pemilu presiden 8 Juli 2009, pimpinan partai-partai politik membebaskan kadernya memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mana pun. Terutama bagi partai yang tak mengusung capres-cawapres sendiri—seperti PAN, PBB dan PPP—arahan pimpinan partai-partai politik merupakan sebuah ambigu. Arahan ini bertolak belakang dengan opsi dewan pimpinan pusat partai yang telah menetapkan memilih capres dan cawapres tertentu. Hipokritas dalam konteks ini ditandai oleh timbulnya kontradiksi antara sikap resmi partai di satu pihak, dan pilihan bebas kader partai di lain pihak.
Jika hipokritas yang dibentangkan di atas berlarut-larut, maka sempurnalah partai politik sebagai kawah candradimuka lahirnya politisi-politisi tak berkarakter. Jika situasi tersebut tak terkoreksikan secara total, maka ke depan, partai politik bermetamorfosis menjadi “mesin” yang hanya melahirkan politikus plintat-plintut. Sudah saatnya, perjalanan demokrasi bangsa ini dilengkapi oleh upaya falsifikasi secara kritis terhadap keberadaan partai politik. Sudah saatnya kita mengembangkan pesimisme konstruktif terhadap eksistensi partai-partai politik. Bangsa ini terlalu bermakna jika diposisikan sebagai tumbal pengelolaan partai politik yang ugal-ugalan.
Analisis Berita, Vol. 2, Nomor 130, 2009.
Cerita Anak Jenderal D.I. Panjaitan Soal G30S/PKI
Masih ingat dengan film Pengkhianatan Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia atau G30S/PKI? Selama masa kepresidenan Soeharto, film
berkisah penculikan serta pembunuhan tujuh jenderal revolusi itu selalu
diputar pada 30 September oleh Televisi Republik Indonesia atau TVRI.
Satu korban yang menjadi sasaran pembantaian adalah Brigadir Jenderal
Donald Izacus Panjaitan atau D.I. Panjaitan. Dan putrinya, Catherine
Panjaitan, menjadi saksi mata penculikan itu.
Pada majalah Tempo edisi 6 Oktober 1984, Catherine menceritakan kejadian malam berdarah itu. Ingatan itu tertuang dalam tulisan berjudul, Kisah-kisah Oktober 1965. Bagi Anda yang sempat menonton filmnya pasti melihat adegan putri D.I Panjaitan membasuhkan darah sang ayah ke mukanya. Tapi benarkah Chaterine melakukan hal itu?
“Saya melihat kepala Papi ditembak dua kali,” Catherine mengisahkan. “Dengan air mata meleleh, saya berteriak, "Papi..., Papi...." Saya ambil darah Papi, saya usapkan ke wajah turun sampai ke dada.”
Kata Catherine, penculikan terjadi sekitar pukul 04.30, pada 1 Oktober 1965. Kala itu, ia tengah tidur di kamar lantai dua. Kemudian terbangun karena teriakan dan tembakan. Catherine mengintip ke jendela. Ternyata telah banyak tentara berseragam lengkap di perkarangan rumah. “Beberapa di antaranya melompati pagar, sambil membawa senapan,” kata Catherine.
[
Panik, ia lari ke kamar ayahnya. Yang dicari sudah terbangun dari tidur. Mereka pun berkumpul di ruang tengah lantai atas. Kata Catherine, almarhum papinya terus mondar-mandir, dari balkon ke kamar. Dia sempat mengotak-atik senjatanya, semacam senapan pendek.
Catherine sendiri sempat bertanya pada ayahnya soal apa yang terjadi. Tapi sang jenderal bergeming. Sedangkan di lantai bawah, bunyi tembakan terus terdengar. Televisi, koleksi kristal Ibu Panjaitan, dan barang lainnya hancur. Bahkan meja ikut terjungkal. “Tiarap…tiarap,” kata Catherine menirukan ayahnya.
Sebelum menyerahkan diri ke tentara, mendiang Panjaitan sempat meminta Catherine menelepon Samosir, asisten Jenderal S. Parman. Usai itu, Catherine menghubungi Bambang, pacar sahabatnya. Tapi belum selesai pembicaraan, kabel telepon diputus.
Berseragam lengkap, kemudian D.I. Panjaitan turun ke ruang tamu. Seorang berseragam hijau dan topi baja berseru, "Siap. Beri hormat," Tapi Panjaitan hanya mengambil topi, mengapitnya di ketiak kiri. Tak diacuhkan begitu, si tentara memukul Panjaitan dengan gagang senapan, hingga ia tersungkur. Setelah itu, kejadian bergulir cepat. Dor! Dor! “Darah menyembur dari kepala Papi,” kata Catherine.
sumber: tempo.co
Pada majalah Tempo edisi 6 Oktober 1984, Catherine menceritakan kejadian malam berdarah itu. Ingatan itu tertuang dalam tulisan berjudul, Kisah-kisah Oktober 1965. Bagi Anda yang sempat menonton filmnya pasti melihat adegan putri D.I Panjaitan membasuhkan darah sang ayah ke mukanya. Tapi benarkah Chaterine melakukan hal itu?
“Saya melihat kepala Papi ditembak dua kali,” Catherine mengisahkan. “Dengan air mata meleleh, saya berteriak, "Papi..., Papi...." Saya ambil darah Papi, saya usapkan ke wajah turun sampai ke dada.”
Kata Catherine, penculikan terjadi sekitar pukul 04.30, pada 1 Oktober 1965. Kala itu, ia tengah tidur di kamar lantai dua. Kemudian terbangun karena teriakan dan tembakan. Catherine mengintip ke jendela. Ternyata telah banyak tentara berseragam lengkap di perkarangan rumah. “Beberapa di antaranya melompati pagar, sambil membawa senapan,” kata Catherine.
[
Panik, ia lari ke kamar ayahnya. Yang dicari sudah terbangun dari tidur. Mereka pun berkumpul di ruang tengah lantai atas. Kata Catherine, almarhum papinya terus mondar-mandir, dari balkon ke kamar. Dia sempat mengotak-atik senjatanya, semacam senapan pendek.
Catherine sendiri sempat bertanya pada ayahnya soal apa yang terjadi. Tapi sang jenderal bergeming. Sedangkan di lantai bawah, bunyi tembakan terus terdengar. Televisi, koleksi kristal Ibu Panjaitan, dan barang lainnya hancur. Bahkan meja ikut terjungkal. “Tiarap…tiarap,” kata Catherine menirukan ayahnya.
Sebelum menyerahkan diri ke tentara, mendiang Panjaitan sempat meminta Catherine menelepon Samosir, asisten Jenderal S. Parman. Usai itu, Catherine menghubungi Bambang, pacar sahabatnya. Tapi belum selesai pembicaraan, kabel telepon diputus.
Berseragam lengkap, kemudian D.I. Panjaitan turun ke ruang tamu. Seorang berseragam hijau dan topi baja berseru, "Siap. Beri hormat," Tapi Panjaitan hanya mengambil topi, mengapitnya di ketiak kiri. Tak diacuhkan begitu, si tentara memukul Panjaitan dengan gagang senapan, hingga ia tersungkur. Setelah itu, kejadian bergulir cepat. Dor! Dor! “Darah menyembur dari kepala Papi,” kata Catherine.
sumber: tempo.co
Kamis, 27 September 2012
Bakaco - Rindu Gus Dur, Dengarkan Syairnya
M. Khusen Yusuf (kompasiana)
Bulu kuduk saya merinding setiap kali mendengar lantunan syair (alm) Gus Dur. Ada rasa takjub, serasa terhipnotis, dan membuat saya enggan untuk melewatkan setiap baitnya sampai akhir.
Suaranya tak merdu, memang. Serak, datar, dan tidak mendayu seperti lazimnya syair yang dilantunkan penyanyi profesional ataupun ustadz cum selebriti yang kerap berkhutbah di layar kaca. Tapi ketakmerduan itu seakan hilang ditelan kharisma si empunya suara.
Syiir Gus Dur mengajarkan banyak nilai ideal bagi manusia dalam memahami agamanya–Islam. Bahwa Islam bukan hanya soal syariat, bukan pula sekedar aturan ritual formal keagamaan, tapi ia juga mencakup mengenai pendalaman akan ke-ma’rifat-an, thoriqoh, dan hakekat agama yang paling inti.
Bagi Gus Dur, seseorang dicap tinggi derajat keagamaannya bukan karena ia mampu menghapal Qur’an dan ribuan hadits; bukan pula dengan kecakapannya membaca, menulis, maupun berdebat mengenai soal-soal keagamaan. Seseorang bisa mencapai derajat yang tinggi jika ia mampu mrnjaga hati dan pikirannya tetap jernih, tidak gampang terbujuk hawa nafsu dan gemerlap dunia..
Bagi Gus Dur, menghafal Qur’an dan Hadits akan terasa sia-sia jika kita dengan mudah mengkafirkan saudaranya sendiri hanya karena berbeda sudut pandang pemahaman keagamaan.
Langgam syiir Gus Dur cukup sederhana. Isinya pun tak membuat kita mengerutkan kening. Mudah dipahami oleh siapa saja–tentu yang paham bahasa Jawa.. Kalaupun tidak, andapun boleh mendengarkan suara serak Presiden keempat RI itu dan rasakan magnetnya.
Selamat mendengarkan, melantunkan, dan meresapi maknanya…
Syair Gus Dur
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji marang pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan
Saya memulai menembangkan syi’ir
dengan memuji kepada Tuhan
yang memberi rahmat dan kenikmatan
siang dan malam tak terhitung
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sengsoro
wahai kawan-kawan, pria dan wanita
jangan hanya belajar syaria’at semata
hanya pandai bicara, menulis, dan membaca
esok hari bakal sengsara
Akeh kang apal Qur’an Haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale
banyak yang hafal Qur’an dan Haditsnya
senang mengkafirkan yang lain
kafirnya sendiri tak dihiraukan
jika masih kotor hati dan akalnya
Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyar ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto
gampang terbujuk nafsu angkara
Dalam hiasan gemerlap dunia
iri dan dengki kekayaan tetangga
maka hatinya gelap dan nista
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulyo matine
ayo saudara jangan melupakan
kewajiban mengaji lengkap dengan aturannya
untuk mempertebal iman tauhidnya
bagusnya bekal mulia matinya
Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku torekot lan ma’rifate
Ugo haqiqot manjing rasane
yang disebut sholeh adalah bagus hatinya
karena mapan lengkap ilmunya
menjalankan tarekat dan ma’rifatnya
juga hakikat meresap rasanya
Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo
Al Qur’an Qodim wahyu mulia
tanpa ditulis bisa dibaca
itulah petuah guru mumpuni
ditancapkan di dalam dada
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mukjizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman
menempel di hati dan pikiran
merasuk dalam badan dan seluruh hati
mukjizat Rasul (Al Quran) jadi pedoman
sebagai jalan masuknya iman
Kelawan Allah kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadhohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali
Terhadap Allah yg Maha Suci
harus rangkulan (mendekatkan diri) siang dan malam
Menjalani tirakat dan melakukan riyadhah
Dzikir dan suluk jangan sampai lupa
Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo senajan pas-pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran
hidupnya tentram merasa aman
mantabnya rasa tandanya beriman
sabar menerima meski pas-pasan
semua itu adalah takdir dari Tuhan
Kelawan konco dulur lan tonggo
Kang podo rukun ojo dursilo
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kita
terhadap teman, saudara, dan tetangga
yang rukun jangan bertengkar
itu sunnahnya Rasul yang Mulia
Nabi Muhammad tauladan kita
ayo nglakoni sakabehane
Allah kang bakal ngangkat drajate
Senajan asor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate
ayo jalani semuanya
Allah yang akan mengangkat derajatnya
Meski rendah tampilan luarnya
namun mulia maqom derajatnya
lamun palastro ing pungkasane
ora kesasar roh lan sukmane
den gadang Allah swargo manggone
utuh mayite ugo ulese
Ketika ajal telah datang di akhir hayatnya
tidak tersesat roh dan sukmanya
dirindukan Allah Surga tempatnya
utuh jasadnya juga kain kafannya
Bulu kuduk saya merinding setiap kali mendengar lantunan syair (alm) Gus Dur. Ada rasa takjub, serasa terhipnotis, dan membuat saya enggan untuk melewatkan setiap baitnya sampai akhir.
Suaranya tak merdu, memang. Serak, datar, dan tidak mendayu seperti lazimnya syair yang dilantunkan penyanyi profesional ataupun ustadz cum selebriti yang kerap berkhutbah di layar kaca. Tapi ketakmerduan itu seakan hilang ditelan kharisma si empunya suara.
Syiir Gus Dur mengajarkan banyak nilai ideal bagi manusia dalam memahami agamanya–Islam. Bahwa Islam bukan hanya soal syariat, bukan pula sekedar aturan ritual formal keagamaan, tapi ia juga mencakup mengenai pendalaman akan ke-ma’rifat-an, thoriqoh, dan hakekat agama yang paling inti.
Bagi Gus Dur, seseorang dicap tinggi derajat keagamaannya bukan karena ia mampu menghapal Qur’an dan ribuan hadits; bukan pula dengan kecakapannya membaca, menulis, maupun berdebat mengenai soal-soal keagamaan. Seseorang bisa mencapai derajat yang tinggi jika ia mampu mrnjaga hati dan pikirannya tetap jernih, tidak gampang terbujuk hawa nafsu dan gemerlap dunia..
Bagi Gus Dur, menghafal Qur’an dan Hadits akan terasa sia-sia jika kita dengan mudah mengkafirkan saudaranya sendiri hanya karena berbeda sudut pandang pemahaman keagamaan.
Langgam syiir Gus Dur cukup sederhana. Isinya pun tak membuat kita mengerutkan kening. Mudah dipahami oleh siapa saja–tentu yang paham bahasa Jawa.. Kalaupun tidak, andapun boleh mendengarkan suara serak Presiden keempat RI itu dan rasakan magnetnya.
Selamat mendengarkan, melantunkan, dan meresapi maknanya…
Syair Gus Dur
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji marang pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan
Saya memulai menembangkan syi’ir
dengan memuji kepada Tuhan
yang memberi rahmat dan kenikmatan
siang dan malam tak terhitung
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sengsoro
wahai kawan-kawan, pria dan wanita
jangan hanya belajar syaria’at semata
hanya pandai bicara, menulis, dan membaca
esok hari bakal sengsara
Akeh kang apal Qur’an Haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale
banyak yang hafal Qur’an dan Haditsnya
senang mengkafirkan yang lain
kafirnya sendiri tak dihiraukan
jika masih kotor hati dan akalnya
Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyar ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto
gampang terbujuk nafsu angkara
Dalam hiasan gemerlap dunia
iri dan dengki kekayaan tetangga
maka hatinya gelap dan nista
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulyo matine
ayo saudara jangan melupakan
kewajiban mengaji lengkap dengan aturannya
untuk mempertebal iman tauhidnya
bagusnya bekal mulia matinya
Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku torekot lan ma’rifate
Ugo haqiqot manjing rasane
yang disebut sholeh adalah bagus hatinya
karena mapan lengkap ilmunya
menjalankan tarekat dan ma’rifatnya
juga hakikat meresap rasanya
Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo
Al Qur’an Qodim wahyu mulia
tanpa ditulis bisa dibaca
itulah petuah guru mumpuni
ditancapkan di dalam dada
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mukjizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman
menempel di hati dan pikiran
merasuk dalam badan dan seluruh hati
mukjizat Rasul (Al Quran) jadi pedoman
sebagai jalan masuknya iman
Kelawan Allah kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadhohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali
Terhadap Allah yg Maha Suci
harus rangkulan (mendekatkan diri) siang dan malam
Menjalani tirakat dan melakukan riyadhah
Dzikir dan suluk jangan sampai lupa
Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo senajan pas-pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran
hidupnya tentram merasa aman
mantabnya rasa tandanya beriman
sabar menerima meski pas-pasan
semua itu adalah takdir dari Tuhan
Kelawan konco dulur lan tonggo
Kang podo rukun ojo dursilo
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kita
terhadap teman, saudara, dan tetangga
yang rukun jangan bertengkar
itu sunnahnya Rasul yang Mulia
Nabi Muhammad tauladan kita
ayo nglakoni sakabehane
Allah kang bakal ngangkat drajate
Senajan asor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate
ayo jalani semuanya
Allah yang akan mengangkat derajatnya
Meski rendah tampilan luarnya
namun mulia maqom derajatnya
lamun palastro ing pungkasane
ora kesasar roh lan sukmane
den gadang Allah swargo manggone
utuh mayite ugo ulese
Ketika ajal telah datang di akhir hayatnya
tidak tersesat roh dan sukmanya
dirindukan Allah Surga tempatnya
utuh jasadnya juga kain kafannya
Selasa, 25 September 2012
Bakaco - Penistaan Islam Lewat Film ‘Innocence of Muslims’ Adalah Kebiadaban Total
INDONESIA KATAKAMI
Jakarta, 14 September 2012 (KATAKAMI.COM) — Dunia Islam sedang sangat murka dan terguncang saat ini akibat sebuah film yang berjudul : “Innocence of Muslims”
Seperti yang diberitakan REPUBLIKA (14/9/2012), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengutuk keras film “Innocence of Muslims” yang menghina Nabi Muhammad SAW dapat diunggah di laman “youtube”.
Namun demikian, kata Said Aqil di Jakarta, Kamis (13/9/2012)), film tersebut tidak perlu disikapi berlebihan, apalagi dengan tindakan yang justru kontra produktif.
“Dari dulu sampai sekarang, selalu ada orang yang tidak suka kepada Rasulullah, tetapi kita jangan sampai menghabiskan energi untuk itu, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa,” katanya.
Kiai bergelar doktor alumni Universitas Ummul Qura, Mekkah itu menegaskan, Nabi Muhammad SAW merupakan figur yang mulia dan sempurna.”Allah akan menjaga nama baik beliau, baik ketika masih hidup atau sesudah wafat,” kata Said Aqil.
Dikabarkan, “Innocence of Muslims” merupakan film amatir yang dibuat oleh ekspatriat koptik Mesir yang menetap di Amerika Serikat. Film tersebut selanjutnya diunggah di “youtube” dalam versi bahasa Arab yang akhirnya memicu kemarahan umat Islam di Libya dan Mesir.
Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menyatakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam aneka bentuk tindakan penistaan agama, termasuk yang beredar melalui video beberapa waktu ini. “Presiden juga sudah menyampaikan reaksi cepatnya atas rencana Pendeta Terry Jones, pada waktu itu, yang ingin melecehkan Al-Quran,” kata Faizasyah, di Kantor Presiden, Kamis 13 September 2012, seperti yang diberitakan media.
Menurut Faizasyah, pembuatan dan penayangan film yang menistakan agama, melalui video Innocence of Muslims, seharusnya bisa dihindarkan. Terutama, bila menelaah kontroversi yang ditimbulkan dalam kasus-kasus penistaan agama yang lalu, termasuk kasus kontroversial yang terjadi di Florida.
“Penayangan film yang tidak bertanggung jawab tersebut, telah menimbulkan amarah dan tindak kekerasan yang sejatinya pun tidak bisa ditolerir,” kata mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri ini.
Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mengecam film anti-Islam “Innocence of Muslims” yang menurutnya, disengaja untuk menimbulkan kefanatikan dan pertumpahan darah.
Dikatakan juru bicara PBB, Vannina Maestracci, Ban mengaku sangat terganggu akan pecahnya aksi kekerasan anti-Amerika di Libya dan negara-negara Timur Tengah lainnya yang dipicu oleh film amatir yang dibuat di AS tersebut.
“Tak ada yang bisa membenarkan pembunuhan dan serangan-serangan tersebut. Dia (Ban) mengecam film kebencian ini yang tampaknya telah disengaja untuk menimbulkan kefanatikan dan pertumpahan darah,”ungkap Maestracci seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (14/9/2012).
“Di saat ketegangan yang meningkat ini, Sekjen meminta untuk tenang dan menahan diri, serta menekankan perlunya dialog, saling menghormati dan memahami,” kata juru bicara PBB tersebut.
Tahta Suci Vatikan juga lebih dulu mengutuk hasutan benci Muslim dan kekerasan ikutannya setelah serangan mematikan atas konsulat Amerika Serikat di Libya akibat film menyinggung Islam.
Kutukan ditujukan pada pembuat dan penyebar Innocence of Muslims, yang berujung pada kematian Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya, Christopher Stevens, di Benghazi. Libya.
“Dampak berbahaya pelanggaran dan hasutan terhadap kepekaan umat Islam sekali lagi jelas,” kata juru bicara Vatikan, Federico Lombardi, dalam pernyataannya.
“Tanggapan akibatnya, kadang-kadang dengan hasil menyedihkan, pada gilirannya memelihara ketegangan dan kebencian serta melepaskan kekerasan,” katanya
“Menghormati keyakinan, naskah, angka dan lambang berbagai agama adalah prasyarat penting bagi kehidupan damai masyarakat,” tambahnya.
Terkait insiden tewasnya diplomatnya, hari Rabu (12/9/2012) lalu Presiden Amerika Serikat Barack Obama bersumpah akan membawa para pelaku pembunuhan duta besar AS untuk Libya.
Obama mengatakan pada para wartawan bahwa serangan terhadap konsulat Amerika di Benghazi itu tidak akan memutuskan ikatan antara AS dan pemerintah Libia yang baru.
Berbicara di Rose Garden di Gedung Putih, Obama mengatakan, “Keadilan akan ditegakkan.”
Tak Cuma Vatikan, seorang pemuka agama Israel juga mengeluarkan kecaman.
Rabi Ortodoks dan mantan menteri Israel, Rabu, mengutuk film menyinggung Islam, Innocence of Muslims, yang memicu unjuk rasa mematikan benci Amerika Serikat di Libya dan Mesir, dengan menyebutnya sampah dan lendir.
“Meskipun kebebasan mengungkapkan pendapat dan hak menggunakan sindiran adalah prinsip kudus demokrasi, kebebasan itu tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menyiarkan sampah dan lendir,” kata pernyataan Michael Melchior, pembela lama dialog antar-agama.
“Film Sam Bacile, yang menyebut diri Yahudi dan orang Israel, itu disiarkan di bawah kedok perang melawan teror, yang sebenarnya film menginjak-injak iman dan martabat ratusan juta Muslim, dan Nabi Muhammad, dengan cara paling merendahkan dan jelek,” tambahnya.
Di film anggaran rendah itu, Innocence of Muslim, aktor dengan logat kuat Amerika Serikat menggambarkan Muslim tidak bermoral dan memuja kekerasan.
Dengan penggambaran kehidupan Nabi Muhammad, film itu menyentuh hal sangat tidak patut serta memicu unjukrasa di Mesir
Film itu dibuat orang Amerika-Israel, Sam Bacile, kata Wall Street Journal. Kementerian dalam negeri Israel menyatakan tidak menanggapi tentang setiap orang memegang kewarganegaraan Israel.
“Sebagai seorang Yahudi dan rabi Israel, saya malu atas gaya dan bahasa merendahkan film itu,” kata Melchior, mantan menteri urusan sosial dan wakil menteri luar negeri. ”Itu bertentangan dengan hakikat Taurat Israel.
Lalu, Kecaman terhadap film ini juga datang dari Pemimpin Tertinggi di Iran Ayatullah Ali Khamenei.
Pemuka Islam dunia ini mengatakan bahwa, tersangka utama yang berada di balik pembuatan film itu negara-negara tertentu.
Juru bicara Perdana Menteri Iran, Ramin Mehmanparast menyatakan, Republik Islam Iran mengutuk dengan keras film yang menistakan figur Nabi Muhammad SAW itu. Ia juga mengecam pembiaran sistemik yang dilakukan Washington.
“Film itu untuk menebarkan Islamophobia,” kata dia seperti dilansir Press TV, Rabu (12/9/2012).
Begitu juga reaksi dari Presiden Afghanistan Hamid Karzai.
Karzai mengatakan, film buatan ekstremis Kristen Koptik AS itu telah memicu permusuhan dan konfrontasi relijius dan kultural di dunia.
Ia bahkan sampai menunda kunjungannya ke Norwegia untuk menenangkan rakyat Afghanistan yang marah besar atas dirilisnya film tersebut.
Di Mesir, pemerintah setempat turut mengutuk film itu. Pemerintah Mesir menyatakan, “Film tersebut tidak bermoral dengan menyerang kesakralan Nabi.
Ketua Parlemen Iran Ali Larijani juga menyebut film itu sebagai film “menjijikkan” dan menunjukan kebohongan AS yang selama ini mengklaim diri sebagai negara pendukung pluralisme.
“Bila politisi AS jujur, mereka tidak akan ikut campur dalam hal ini. Mereka bertanggung jawab untuk menangkap pelaku kejahatan ini dan pendukungnya, ujar Pemerintah Iran, seperti dikutip IRNA, Jumat (14/9/2012).
Memang, ada banyak cara bagi orang-orang yang tidak bertanggung-jawab, untuk mengusik ketenangan hati dan jiwa dari umat beragama di berbagai belahan dunia.
Kali ini, Islam yang jadi bidikan untuk dipancing emosinya.
Patut diduga, pihak yang sebenarnya ada di belakang layar dari ide pembuatan film ini, adalah pihak yang sesungguhnya sadar bahwa perbuatan mereka adalah sebuah kebiadaban total.
Tetapi, memang itulah motif dan tujuan dari kebiadaban yang mereka terapkan.
Harus ada reaksi.
Harus ada emosi.
Harus ada caci maki.
Itu yang tampaknya memang dicari, dipancing, ditunggu dan merupakan tujuan besar dari penghinaan ini,
Sebab, barangkali orang-orang yang ada di balik film ini beranggapan bahwa reaksi sangat KERAS dari dunia (Islam) akan menjadi bagian dari kesuksesan dari provokasi yang mencabik-cabik iman dan keyakinan beragama dari umat Islam yang ada didunia jika Nabi serta agama mereka dinistakan.
Beberapa tahun silam semasa hidupnya, Almarhum Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gusdur) pernah mengatakan dalam sebuah percakapannya dengan seorang sahabatnya yang kebetulan berprofesi sebagai jurnalis.
“Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kasih sayang. Sesungguhnya, Islam tak pernah mengajarkan kekerasan kepada umatnya. Sebab Islam, sungguh-sungguh merupakan sebuah ajaran yang berisi tentang kasih sayang, kebenaran dan keberanian”.
Gus Dur benar …
Islam, termasuk juga Kristen dan agama-agama lainnya, pastilah mengajarkan kebaikan, kebenaran dan kasih sayang yang tulus terhadap Sang Pencipta dan umat manusia.
Jadi, baik rasanya, kalau kita tak perlu sangat emosional menanggapi kebiadaban total ini.
Sebab, penistaan terhadap sebuah agama dan ajaran-ajarannya, termasuk gangguan apapun menyangkut kebebasan beragama, sungguh merupakan sebuah kejahatan sangat menjijikkan. (*)
MS
Jakarta, 14 September 2012 (KATAKAMI.COM) — Dunia Islam sedang sangat murka dan terguncang saat ini akibat sebuah film yang berjudul : “Innocence of Muslims”
Seperti yang diberitakan REPUBLIKA (14/9/2012), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengutuk keras film “Innocence of Muslims” yang menghina Nabi Muhammad SAW dapat diunggah di laman “youtube”.
Namun demikian, kata Said Aqil di Jakarta, Kamis (13/9/2012)), film tersebut tidak perlu disikapi berlebihan, apalagi dengan tindakan yang justru kontra produktif.
“Dari dulu sampai sekarang, selalu ada orang yang tidak suka kepada Rasulullah, tetapi kita jangan sampai menghabiskan energi untuk itu, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa,” katanya.
Kiai bergelar doktor alumni Universitas Ummul Qura, Mekkah itu menegaskan, Nabi Muhammad SAW merupakan figur yang mulia dan sempurna.”Allah akan menjaga nama baik beliau, baik ketika masih hidup atau sesudah wafat,” kata Said Aqil.
Dikabarkan, “Innocence of Muslims” merupakan film amatir yang dibuat oleh ekspatriat koptik Mesir yang menetap di Amerika Serikat. Film tersebut selanjutnya diunggah di “youtube” dalam versi bahasa Arab yang akhirnya memicu kemarahan umat Islam di Libya dan Mesir.
Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menyatakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam aneka bentuk tindakan penistaan agama, termasuk yang beredar melalui video beberapa waktu ini. “Presiden juga sudah menyampaikan reaksi cepatnya atas rencana Pendeta Terry Jones, pada waktu itu, yang ingin melecehkan Al-Quran,” kata Faizasyah, di Kantor Presiden, Kamis 13 September 2012, seperti yang diberitakan media.
Menurut Faizasyah, pembuatan dan penayangan film yang menistakan agama, melalui video Innocence of Muslims, seharusnya bisa dihindarkan. Terutama, bila menelaah kontroversi yang ditimbulkan dalam kasus-kasus penistaan agama yang lalu, termasuk kasus kontroversial yang terjadi di Florida.
“Penayangan film yang tidak bertanggung jawab tersebut, telah menimbulkan amarah dan tindak kekerasan yang sejatinya pun tidak bisa ditolerir,” kata mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri ini.
Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mengecam film anti-Islam “Innocence of Muslims” yang menurutnya, disengaja untuk menimbulkan kefanatikan dan pertumpahan darah.
Dikatakan juru bicara PBB, Vannina Maestracci, Ban mengaku sangat terganggu akan pecahnya aksi kekerasan anti-Amerika di Libya dan negara-negara Timur Tengah lainnya yang dipicu oleh film amatir yang dibuat di AS tersebut.
“Tak ada yang bisa membenarkan pembunuhan dan serangan-serangan tersebut. Dia (Ban) mengecam film kebencian ini yang tampaknya telah disengaja untuk menimbulkan kefanatikan dan pertumpahan darah,”ungkap Maestracci seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (14/9/2012).
“Di saat ketegangan yang meningkat ini, Sekjen meminta untuk tenang dan menahan diri, serta menekankan perlunya dialog, saling menghormati dan memahami,” kata juru bicara PBB tersebut.
Tahta Suci Vatikan juga lebih dulu mengutuk hasutan benci Muslim dan kekerasan ikutannya setelah serangan mematikan atas konsulat Amerika Serikat di Libya akibat film menyinggung Islam.
Kutukan ditujukan pada pembuat dan penyebar Innocence of Muslims, yang berujung pada kematian Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya, Christopher Stevens, di Benghazi. Libya.
“Dampak berbahaya pelanggaran dan hasutan terhadap kepekaan umat Islam sekali lagi jelas,” kata juru bicara Vatikan, Federico Lombardi, dalam pernyataannya.
“Tanggapan akibatnya, kadang-kadang dengan hasil menyedihkan, pada gilirannya memelihara ketegangan dan kebencian serta melepaskan kekerasan,” katanya
“Menghormati keyakinan, naskah, angka dan lambang berbagai agama adalah prasyarat penting bagi kehidupan damai masyarakat,” tambahnya.
Terkait insiden tewasnya diplomatnya, hari Rabu (12/9/2012) lalu Presiden Amerika Serikat Barack Obama bersumpah akan membawa para pelaku pembunuhan duta besar AS untuk Libya.
Obama mengatakan pada para wartawan bahwa serangan terhadap konsulat Amerika di Benghazi itu tidak akan memutuskan ikatan antara AS dan pemerintah Libia yang baru.
Berbicara di Rose Garden di Gedung Putih, Obama mengatakan, “Keadilan akan ditegakkan.”
Tak Cuma Vatikan, seorang pemuka agama Israel juga mengeluarkan kecaman.
Rabi Ortodoks dan mantan menteri Israel, Rabu, mengutuk film menyinggung Islam, Innocence of Muslims, yang memicu unjuk rasa mematikan benci Amerika Serikat di Libya dan Mesir, dengan menyebutnya sampah dan lendir.
“Meskipun kebebasan mengungkapkan pendapat dan hak menggunakan sindiran adalah prinsip kudus demokrasi, kebebasan itu tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menyiarkan sampah dan lendir,” kata pernyataan Michael Melchior, pembela lama dialog antar-agama.
“Film Sam Bacile, yang menyebut diri Yahudi dan orang Israel, itu disiarkan di bawah kedok perang melawan teror, yang sebenarnya film menginjak-injak iman dan martabat ratusan juta Muslim, dan Nabi Muhammad, dengan cara paling merendahkan dan jelek,” tambahnya.
Di film anggaran rendah itu, Innocence of Muslim, aktor dengan logat kuat Amerika Serikat menggambarkan Muslim tidak bermoral dan memuja kekerasan.
Dengan penggambaran kehidupan Nabi Muhammad, film itu menyentuh hal sangat tidak patut serta memicu unjukrasa di Mesir
Film itu dibuat orang Amerika-Israel, Sam Bacile, kata Wall Street Journal. Kementerian dalam negeri Israel menyatakan tidak menanggapi tentang setiap orang memegang kewarganegaraan Israel.
“Sebagai seorang Yahudi dan rabi Israel, saya malu atas gaya dan bahasa merendahkan film itu,” kata Melchior, mantan menteri urusan sosial dan wakil menteri luar negeri. ”Itu bertentangan dengan hakikat Taurat Israel.
Lalu, Kecaman terhadap film ini juga datang dari Pemimpin Tertinggi di Iran Ayatullah Ali Khamenei.
Pemuka Islam dunia ini mengatakan bahwa, tersangka utama yang berada di balik pembuatan film itu negara-negara tertentu.
Juru bicara Perdana Menteri Iran, Ramin Mehmanparast menyatakan, Republik Islam Iran mengutuk dengan keras film yang menistakan figur Nabi Muhammad SAW itu. Ia juga mengecam pembiaran sistemik yang dilakukan Washington.
“Film itu untuk menebarkan Islamophobia,” kata dia seperti dilansir Press TV, Rabu (12/9/2012).
Begitu juga reaksi dari Presiden Afghanistan Hamid Karzai.
Karzai mengatakan, film buatan ekstremis Kristen Koptik AS itu telah memicu permusuhan dan konfrontasi relijius dan kultural di dunia.
Ia bahkan sampai menunda kunjungannya ke Norwegia untuk menenangkan rakyat Afghanistan yang marah besar atas dirilisnya film tersebut.
Di Mesir, pemerintah setempat turut mengutuk film itu. Pemerintah Mesir menyatakan, “Film tersebut tidak bermoral dengan menyerang kesakralan Nabi.
Ketua Parlemen Iran Ali Larijani juga menyebut film itu sebagai film “menjijikkan” dan menunjukan kebohongan AS yang selama ini mengklaim diri sebagai negara pendukung pluralisme.
“Bila politisi AS jujur, mereka tidak akan ikut campur dalam hal ini. Mereka bertanggung jawab untuk menangkap pelaku kejahatan ini dan pendukungnya, ujar Pemerintah Iran, seperti dikutip IRNA, Jumat (14/9/2012).
Memang, ada banyak cara bagi orang-orang yang tidak bertanggung-jawab, untuk mengusik ketenangan hati dan jiwa dari umat beragama di berbagai belahan dunia.
Kali ini, Islam yang jadi bidikan untuk dipancing emosinya.
Patut diduga, pihak yang sebenarnya ada di belakang layar dari ide pembuatan film ini, adalah pihak yang sesungguhnya sadar bahwa perbuatan mereka adalah sebuah kebiadaban total.
Tetapi, memang itulah motif dan tujuan dari kebiadaban yang mereka terapkan.
Harus ada reaksi.
Harus ada emosi.
Harus ada caci maki.
Itu yang tampaknya memang dicari, dipancing, ditunggu dan merupakan tujuan besar dari penghinaan ini,
Sebab, barangkali orang-orang yang ada di balik film ini beranggapan bahwa reaksi sangat KERAS dari dunia (Islam) akan menjadi bagian dari kesuksesan dari provokasi yang mencabik-cabik iman dan keyakinan beragama dari umat Islam yang ada didunia jika Nabi serta agama mereka dinistakan.
Beberapa tahun silam semasa hidupnya, Almarhum Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gusdur) pernah mengatakan dalam sebuah percakapannya dengan seorang sahabatnya yang kebetulan berprofesi sebagai jurnalis.
“Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kasih sayang. Sesungguhnya, Islam tak pernah mengajarkan kekerasan kepada umatnya. Sebab Islam, sungguh-sungguh merupakan sebuah ajaran yang berisi tentang kasih sayang, kebenaran dan keberanian”.
Gus Dur benar …
Islam, termasuk juga Kristen dan agama-agama lainnya, pastilah mengajarkan kebaikan, kebenaran dan kasih sayang yang tulus terhadap Sang Pencipta dan umat manusia.
Jadi, baik rasanya, kalau kita tak perlu sangat emosional menanggapi kebiadaban total ini.
Sebab, penistaan terhadap sebuah agama dan ajaran-ajarannya, termasuk gangguan apapun menyangkut kebebasan beragama, sungguh merupakan sebuah kejahatan sangat menjijikkan. (*)
MS
Bakaco - Catatan Ringan Di Sabtu Pagi
Catatan Ringan Di Sabtu Pagi :
Dari Sjahrir sampai Kyai Dasuki
Oleh Anton
Selain buku ‘The Future Games’ karya Teweles and Jones yang dalam sebulan ini belum selesai-selesai dibaca. Ada beberapa buku selingan yang sudah diselesaikan salah satunya adalah dua buku catatan tajuk Mochtar Lubis dan catatan harian Sutan Sjahrir. Dua buku ini sebenarnya buku terbitan lama. Sekedar catatan untuk catatan harian Sutan Sjahrir saya sering melihat dipajang di Gramedia Blok M sejak saya masih SMA awal tahun 90-an. Ada yang menarik tentang Sutan Sjahrir dan Mochtar Lubis. Yaitu sama-sama menginginkan manusia rasional, modern dan berpikiran maju di Indonesia. Namun berkiblat ke barat.
Catatan Harian Sutan Sjahrir
Awal saya mengenal Sutan Sjahrir justru dari tulisan Harry Poetze , dimana peran Djohan Sjahruzah (tokoh PSI, keponakan Sjahrir) sangat besar dalam mengenalkan alam pemikiran Sjahrir ke pada Poetze, namun di buku Poetze bagi saya sangat gersang jiwa
Sastra dari tulisan Poetze kurang hidup. Justru pada catatan harian Sjahrir ‘Renungan dan Perjuangan’ kita bisa mengenal sosok Sjahrir yang humanis. Tidak kering seperti Hatta, namun tidak juga berkobar bagai Sukarno. Membaca Sjahrir tentunya kita akan ingat tentang pamfletnya yang terkenal : “Perdjoangan Kita”. Pamflet “Perdjoangan Kita” ini bagi sebagian orang sebagai masterpiece-nya, dan ini sama saja dengan buku ‘Alam Pikiran Yunani’ dan artikel ‘Demokrasi Kita’ –nya Hatta, atau ‘Indonesia Menggugat-nya Sukarno. Pamflet ‘Perdjoangan kita’ mempunyai tiga isi pokok yang kemudian isinya ini sangat mempengaruhi sejarah negeri ini. Isi itu adalah :
1. Jangan sampai Indonesia merdeka jatuh ke tangan unsur-unsur radikal
2. Menghapuskan mentalitas fasis yang ditanamkan oleh Jepang
3. Memperoleh kepercayaan luar negeri.
Selain unsur yang ketiga yang merupakan sebuah strategi jangka pendek diplomasi RI. Dua unsur pertama dan kedua, merupakan tragedi dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Karena kedua unsur inilah yang menjadi mesin sejarah utama bangsa ini bergerak. Tarik menarik antara kekuatan radikal (Tan Malaka, TNI Masyarakat, PKI dua versi dan Islam Radikal), moderat (Unsur Sjahrir/PSI, Profesional ala Djuanda), karismatis (Sukarno) dan Tentara profesional (Ala Nasution, kemudian menjadi tentara tangsi ala Suharto) menjadi cerita sejarah paling utama di negeri ini, yang kemudian berpuncak pada tragedi pembantaian besar-besaran sepanjang 1965-1966. Matinya kemanusiaan di Indonesia karena pembantaian raksasa yang dilakukan militer dengan bantuan ormas pro Suharto terhadap kelompok PKI dan Sukarnois, kebetulan juga bersamaan dengan wafatnya Sjahrir di Swiss Sjahrir tanggal 9 April 1966. Di sekitar tanggal itu Sukarno bagai banteng ketaton pidato disana sini untuk mempertaruhkan jabatannya yang diam-diam sudah diserang kelompok Suharto. Di hari kematian Sjahrir, Sukarno langsung menganugerahkan gelar pahlawan nasional pada Sutan Sjahrir. Padahal sehari sebelumnya Sjahrir merupakan tawanan politik pemerintahan Sukarno. Apakah dengan ini kita ingat akan kasus HR Dharsono, yang di jaman Suharto mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata saja dilarang?
Humanisme Sjahrir bisa dibaca pada tulisan GM di bukunya ‘Setelah Revolusi Tak Ada Lagi’ yang saya kira GM banyak mengambil dari buku catatan harian Sutan Sjahrir ini. GM menulis di buku itu tentang Sjahrir pada hal. 31 dengan tajuk ‘Sjahrir di Pantai’. Tulisan ini sungguh manis untuk mengantarkan kita pada kisah catatan harian Sutan Sjahrir yang banyak ditulis ketika ia dibuang ke Banda Neira oleh pemerintahan Hindia Belanda setelah sebelumnya ia merasakan ganasnya Digoel. Begini kata-kata GM :
“Saya membayangkan Sjahrir di Banda Neira pagi itu, 1 Februari 1942. Kemarin tentara Jepang menyerbu Ambon dan beberapa jam sesudah itu bom dijatuhkan. Saya membayangkan Sjahrir di Banda Neira pagi itu, setelah sebuah pesawat MD-Catalina yang bisa mendarat di permukaan berputar-putar di sekitar pulau. Berisiknya membangunkan penduduk. Tak lama kemudian kapal terbang kecil itu pun berhenti di sebuah bagian pantai yang datar. Ko-pilot pesawat, seorang perwira Belanda yang kurus, turun ke tempat Sjahrir dan Hatta tinggal. Kedua tahanan politik itu harus meninggalkan pulau cepat-cepat, pesannya. Hanya ada waktu satu jam untuk bersiap.
Hatta mengepak buku-bukunya, tergopoh-gopoh, ke dalam 16 kotak. Sjahrir memutuskan untuk membawa ketiga anak angkatnya, meskipun salah satunya masih berusia tiga tahun. Sampai di dekat pesawat sebuah problem harus dipecahkan : Ruang di Catalina itu terbatas Enam belas kotak buku atau ketiga anak itu harus ditinggalkan. Hatta mengalah. Ketiga kotak buku itu tak jadi dibawa - untuk selama-lamanya – kecuali bos Atlas yang sempat disisipkan Hatta ke dalam kopor pakaian. Empat puluh tahun kemudian Hatta masih menyesali kehilangan itu.
(GM, Ketika Revolusi Tak Ada Lagi, Alvabet 2004)
Disini karakter Sjahrir terlihat sebagai pecinta kehidupan, pecinta keriangan masa kanak-kanak beda dengan Hatta yang kering, disiplin dan kaku. Sjahrir adalah jiwa yang hidup. Mungkin inilah yang menyamakan dirinya dengan Sukarno, tapi sekaligus melemparkannya ke dalam perbedaan yang tajam dengan Sukarno. Sepanjang sejarahnya Sjahrir adalah lawan politik Sukarno yang paling kuat dan berpengaruh.
Yang menarik dari catatan Sjahrir ini adalah pendapatnya tentang intelektualitas dan sastra, yang ditulisnya pada 20 April 1934 di penjara Cipinang. Satu baris kutipannya yang menarik adalah :
“Sebab itu pada hematku, kurang adanya kehidupan ilmiah dan minat yang sungguh-sungguh terhadap ilmu pengetahuan diantara kaum intelektual kita di Indonesia ini, bukan terutama disebabkan karena kita kurang mampu, kurang berkepribadian atau karena ada kekosongan moral, melainkan karena belum cukup ada perangsang-perangsang yang diperlukan di dalam masyarakat kita yang untuk sementara jauh lebih sederhana ini. Bagi kebanyakan “pemegang-pemegang titel” di Indonesia – kupakai perkataan ini akan pengganti istilah “orang intelektual”, sebab di Indonesia ini ukuran orang bukan terutama pada terutama tingkat kehidupan intelektual, melainkan kehidupan sekolah –Ilmu pengetahuan itu tetap yang lahiriah saja dan bukan kekayaan batiniah. Bagi mereka ilmu pengetahuan tetap sebagai barang yang mati, bukan sesuatu hakekat yang hidup, yang berkembang dan senantiasa harus dipupuk dan dipelihara. Tetapi ini bukan salah mereka, terutama apabila mereka itu tidak mendapat kesempatan untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan itu sebagai suatu pengertian yang hidup, yakni di Eropa sendiri”.
(cuplikan catatan harian Sjahrir, Renungan Dan Perjuangan hal. 5-6, Djambatan)
Sjahrir menulis problem intelektualitas itu tahun 1934 dan ini merupakan pemikiran masalah Indonesia yang jangkauannya jangka panjang. Bayangkan sampai detik ini (April 2008) ini saja problem intelektualitas belum sepenuhnya ‘genah’. Bahkan beberapa bulan lalu ada move dari Partai Demokrat dan Golkar untuk menjegal Megawati dengan menggunakan gelar sarjana sebagai ukuran kematangan intelektualitas. Jelas ini akan menjadi tertawaan bagi Sjahrir seandainya Sjahrir berada dalam ruang sejarah sekarang. Intelektualitas adalah sesuatu yang hidup....begitu pikir Sjahrir, disini makna ‘hidup’ adalah kita terus mencari tahu terhadap pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Sudah menjadi jamak bagi kita setelah selesai sekolah maka kita menutup buku selama-lamanya, enggan membaca apalagi studi sendiri. Kita kerap terjebak pada ukuran-ukuran gelar akademis, namun tidak mau menjebakkan diri pada pertanyaan-pertanyaan yang menajamkan intelektualitas. Pertanyaan-pertanyaan pada diri kita sendiri kemudian kita mencarinya dari studi-studi kita maka disitulah intelektualitas kita dilatih untuk hidup.
Tentang Sastra, Sjahrir juga mengungkapkan di hari yang sama 20 April 1934. Begini kutipannya :
“Lagipula aku tahu dari pengalamanku sendiri bahwa belajar dengan sungguh-sungguh bagi kita orang Indonesia di negeri Belanda tidak begitu gampang. Iklim dan masyarakat kita di negeri itu kadang-kadang amat mempengaruhi saraf kita. Hidup terkurung ke dalam tembok di dalam kamar-kamar yang pengap, suasana gelisah dalam pergaulan hidup, semua itu sangatlah besar pengaruhnya bagi jiwa kita, ada mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berbakat yang gagal dalam studi mereka, semata-mata karena mereka tidak berdaya menghadapi semua itu; mereka memboroskan energi dalam kegelisahan itu sehingga jasmani pun menjadi rusak.
Kutunjukkan pada bahaya-bahaya itu kepada adikku dan kutegaskan pula bahwa belajar dengan cara yang baik, sekaligus membentuk watak kita, karena untuk belajar diperlukan pengekangan diri sendiri, disiplin diri sendiri. Kunasehati dia supaya memberikan dia supaya memberikan perhatian pada kehidupan kultural di Eropa, terutama kesusastraannya. Selain ia akan mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang kehidupan dan dunia pikiran barat, pun dengan demikian matanya akan terbuka terhadap masalah-masalah kehidupan yang ada disana; terhadap keanekaragaman dan kemuskilan hidup disana. Juga dengan demikian ia akan belajar kenal masalah-masalah sosial politik dengan cara yang lebih gampang dan menarik.
Kepada M kutulis pula surat untuk menolongnya dalam hal itu sedapat-dapatnya. Bahwa ia masih memerlukan bimbingan serupa itu, bukan suatu hal yang luar biasa : yang dapat disebut kaum intelektual di negeri kita, pada umumnya yang masih buta huruf dalam bidang ini. Mereka tidak membaca kecuali bacaan vak mereka sendiri, surat kabar dan kadang sedikit bacaan hiburan. Dalam seluruh perpustakaan H, misalnya terdapat hanya sebuah roman saja, dan tentang itupun dia memberikan penjelasan – seolah hendak membersihkan diri – bahwa itu dihadiahkan orang kepadanya. Padahal tak disangkal ia termasuk puncak golongan intelektual kita yang dididik di Eropa.
Hal ini sesungguhnya sudah menggambarkan pula keadaan kesusastraan kita. Sebenarnya boleh dikatakan bahwa belum ada orang intelektual yang menulis dalam arti yang sebenarnya di negeri kita ini. Tidak ada kesusastraan, baik dalam bahasa Melayu maupun dalam satu bahasa daerah yang banyak itu. Tentu saja ada juga orang menulis malahan tidak sedikit jumlahnya. Ada suatu lembaga yang bernama Instituut voor de Volksclectuur (kemudian bernama Balai Pustaka) yang menerbitkan buku-buku rakyat banyak, kebanyakan terjemahan. Ada juga tulisan-tulisan asli, tapi belum bisa dimasukkan ke dalam kategori kesusastraan. Kita baru sampai pada menulis cerita-cerita. Di Indonesia – tentu ada juga beberapa kekecualian – orang pada umumnya tidak tahu tentang adanya suatu kesusastraan Eropa, suatu kesusasstraan dunia, jadi orang pun tidak mempelajarinya.
Sebab itulah umpamanya usaha-usaha bebeberapa orang nasionalis muda untuk menulis karya sastra –meskipun usaha itu diproklamirkan sebagai renaissance, kebangkitan kembali pada saat ini ternyata belum cukup bermutu untuk bisa menarik perhatian. Tingkatannya terlalu masih rendah untuk itu; bahkan didalamnya boleh dikatakan tidak ada pemikiran, tidak ada bentuk, tidak ada nada, dan yang paling parah tidak ada kesungguhan dan kejujuran yang cukup. Yang ada hanya pekerjaan bikinan yang tidak bermutu, yang dipropagandakan dengan banyak reklame.
Padahal tanpa kesusastraan roman, juga tidak ada ungkapan-ungkapan tentang masalah hidup, dan oleh karena itu pula kurang ada pengetahuan tentang peri kehidupan. Seorang keluaran HBS (Hogere Burger School, SMA- Anton) anak muda berumur 17-18 tahun di Eropa, kadang-kadang tahu lebih banyak tentang kehidupan daripada banyak orang intelektual, mahasiswa atau mereka yang sudah tamat sekolah, di negeri kita.
(cuplikan catatan harian Sjahrir, Renungan Dan Perjuangan hal. 6-7, Djambatan)
Disini saya bisa melihat kesadaran intelektual Sjahrir yang mampu menghubungkan segala bentuk dimensi pemikiran dan ilmu pengetahuan untuk dijadikan rangkaian-rangkaian yang memperluas pemahaman manusia. Banyak dari kita yang merasa sudah ahli dalam satu bidang, malah tidak peduli dengan bidang yang lain. Bahkan sering dialami seorang anak kecil dilarang orang tuanya untuk membaca novel atau komik atau karya sastra yang dianggap buang-buang waktu dan hanya disuruh belajar Matematika saja atau ilmu pengetahuan lain yang sifatnya lebih eksak. Padahal sastra dan musik memiliki rangsangan intelektual seseorang. Orang yang mampu mencerna bacaan-bacaan sastra dengan baik dan mampu meng-imajinasikan di dalam kepalanya, lebih mampu berpikir abstrak dan menggabung-gabungkan berbagai peristiwa dengan cara yang indah. Hingga pemahaman dunia tidak melulu hanya satu dimensi saja. Bacaan-bacaan sastra akan merangsang imajinasi seseorang, sehingga bila ia belajar sesuatu maka akan lebih efektif bila menggabungkan imajinasi dengan logika yang digampang dimengerti. Disinilah Sjahrir memberikan benih-benih kesadaran betapa pentingnya sastra dalam kehidupan intelektual seseorang.
Saya sendiri adalah orang yang sangat yakin bahwa jaman bisa dibaca melalui sastranya ketimbang dengan penelitian fakta-fakta yang cenderung kering. Karena dengan sastra kita bisa segera menangkap zeitgeist (semangat jaman) dari sebuah era. Dalam hal ini saya tidak sependapat dengan Mochtar Lubis yang menolak bahwa karya sastra tidak bisa dijadikan rujukan sejarah. Saya bisa menangkap pesan-pesan perang kemerdekaan justru ketika saya membaca cerita ‘Hujan Kepagian’ karangan Nugroho Notosusanto atau ‘Bukan Pasar Malam’ karangan Pram. Saya bisa menangkap pesan gemuruh kebingungan manusia Indonesia terhadap arus Orde Baru justru dari tulisan-tulisan GM ketimbang saya harus membaca bacaan kering tentang ‘akselerasi pembangunan 25 tahun karya Ali Moertopo’.Dan pesan-pesan kegelisahan pembangunan bisa digambarkan lewat kutang-kutang yang berkibaran pada bait-bait puisi WS Rendra ketimbang saya harus membaca jurnal statistik keluaran BPS. Betapa indahnya melihat kehidupan Jakarta dari anekdot-anekdot yang diceritakan pada catatan Pram tentang kehidupan rakyat kecil di gang-gang Jakarta yang kumuh dan becek. Betapa romantisnya bayangan di dalam kepala membayangkan kisah revolusi Perancis dengan membaca ‘The Tale of Two Cities’ atau membaca ketersingkiran kaum tertinggal terhadap gemuruh kapitalisme yang berselingkuh dengan kekuasaan lewat buku ‘Laskar Pelangi’ karya Andrea Hirata.
Sjahrir adalah manusia Sosialis yang kemudian memenangkan revolusi kemerdekaannya. Era 1945-1949 adalah era Sjahrir bukan kelompok Sosialis Garis Keras seperti Tan Malaka atau Musso. Disini Sukarno memilih Sjahrir karena pertimbangan praktis saja. Sukarno membutuhkan diplomasi Amerika Serikat melalui Sjahrir untuk menekan Belanda walaupun bayarannya teramat mahal. Peristiwa Madiun 1948.
Sjahrir yang seluruh energinya memperjuangkan perlawanan anti fasisme, ironisnya beliau meninggal ketika sebuah era Fasisme di Indonesia mendapat fajar baru. Apakah ini pertanda? Apakah ini merupakan isyarat? Kematian intelektual besar yang sangat membenci fasisme dimana tahun kematiannya menjadi era dimulainya fasisme ala anak tangsi PETA menghujam Indonesia. Suharto menjadikan Indonesia ladang percobaan neo fasisme dengan menerapkan sistem feodalisme yang rumit dan dengan ini mencoba memodernisir Indonesia. Dan hasilnya adalah sebuah kegagalan besar!.
Dan ironisnya lagi Mochtar Lubis, wartawan yang dekat dengan kultur Sjahrir begitu memuja Suharto sampai peristiwa pembakaran Pasar Senen, Malari 1974. Adalah irasionalitas ala Jawa dan kharismatis feodal yang tidak begitu dipahami oleh Mochtar Lubis terhadap figur Sukarno yang menjadikan dia begitu membenci Sukarno, setidak-tidaknya lewat tulisan-tulisannya terutama di Tajuk-Tajuk Harian Indonesia Raya.
Namun walaupun Mochtar Lubis dalam tajuk ini banyak mengucapkan pujian pada Suharto dan melemparkan sesuatu yang buruk pada Sukarno, tulisan Mochtar Lubis bisa dijadikan rujukan penting tentang bermulanya korupsi-korupsi dalam skala raksasa terjadi di Indonesia.
Membaca tulisan Mochtar Lubis sesungguhnya seperti membaca sebuah kisah dimana seseorang manusia seperti Suharto menganggap dirinya mampu memberi makan rakyat dengan hanya mengandalkan konsep represif yang tingkat kekejiannya melampaui penjajah dan tragisnya konsep itu kemudian menjadi alat paling efektif dalam membodohi manusia Indonesia. Kesadaran Orde Baru adalah kesadaran semu tentang kepemilikan kapital yang sifatnya melawan arus terhadap kesadaran kemerdekaan sesuai dengan visi para founding fathers. Orde Baru tidak lebih daripada konsepsi dari Colijn (Menteri urusan Jajahan yang terkenal keras terhadap kaum pergerakan) yang diperbaharui – Orde Baru adalah pengejewantahan Colijnisme yang sedikit banyak bercampur dengan pengaruh Mussert (Tokoh Belanda yang pro Nazi dan fasis). Namun sayangnya konsepsi murahan Orde Baru kini mulai pelan-pelan menjadi bahan rujukan kembali untuk membangun bangsa ini setelah melihat demokrasi yang gagap ala pemerintahan Reformasi 1999. Maka untuk melihat akar-akar kesalahan Orde Baru justru lewat buku kumpulan tulisan Mochtar Lubis sesungguhnya kita bisa melihat bagaimana Orde Baru yang awalnya adalah Monsterverbond (persekutuan jahat) dalam menjatuhkan Sukarno kemudian menjadi sebuah pemerintahan yang amat totaliter dan korup. Kita dapat membaca akar kesalahan Orde Baru justru dari penulis yang memang mendukung sepenuh hati terhadap Orde Baru, Mochtar Lubis...Di awal mulanya.
Hampir seluruh sejarawan sepakat (baik yang netral, aliran kiri dan pro Orde Baru) awal mula perseteruan Indonesia dengan kekuatan barat adalah munculnya kemauan Sukarno yang keras untuk menjadikan Indonesia independen. Sesuai dengan sifat Sukarno yang cenderung memanfaatkan percaturan politik Internasional di jaman Jepang, Sukarno dengan cerdik memanfaatkan kekuatan militer Jepang untuk memegang jabatan paling penting bagi pribumi. Masuknya Sukarno ke dalam struktur kekuasaan militer Jepang ini tentunya menghalangi ruang gerak kaum Komunis yang lolos dari penangkapan besar-besaran 1927 dan menguasai pucuk pimpinan bukan dari unsur birokrasi kolot juga bukan golongan agama, yang pada jaman Jepang cenderung mendapat angin (berdirinya Masyumi pada masa Jepang untuk menjinakkan kaum muslim radikal dan ini sangat berhasil kecuali gerakan-gerakan tarekat yang melakukan perlawanan sporadis). Setelah kekalahan Jepang, Sukarno dengan cerdik membuka jalan untuk kelompok Sjahrir masuk. Geng Sjahrir-Hatta memiliki jaringan kepercayaan ke negara-negara barat hal inilah yang ditolak Tan Malaka dengan menghendaki kemerdekaan 100% dan bekerjasama dengan militer PETA namun pada tahun 1949 kekuatan unsur PETA sepenuhnya berhasil dijinakkan kelompok KNIL dibawah Nasution-Simatupang dimana kebijakan politiknya sepenuhnya mendukung kelompok realistis (Hatta dan lingkaran Sjahrir). Bahkan akhir babak dari perang kemerdekaan yang heroik itu adalah antiklimaks dengan terbunuhnya Tan Malaka. Matinya Tan Malaka dan hancurnya kesepakatan kaum kiri di Madiun dalam kerangka Front Demokrasi Rakyat. Tanpa sengaja kematian Tan Malaka merupakan belokan amat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Tan Malaka-lah yang pada mulanya mengucapkan sebuah konsepsi politik yang pada saat itu dipegang penuh oleh para perwira militer dari kubu PETA. Merdeka 100%. Pemikiran Tan Malaka ini bukan saja merupakan pemikiran yang serta merta tumbuh dalam gejolak kemerdekaan, tapi pemikiran ini adalah buah hasil cucuran keringatnya bermandi peluh di perpustakaan nasional dan renungannya di sebuah gang becek di Cililitan sana. Memang dalam pemikiran Tan Malaka yang tertuang dalam Madilog pemikirannya mengarah pada sebuah paham yang dianggapnya universal, namun Tan Malaka mampu melihat gejala jaman, dan penglihatan Tan Malaka ini jauh lebih dulu dibandingkan Sukarno. Syahdan di suatu pagi, beberapa orang menemui Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta, orang-orang ini adalah anak muda yang terpengaruh paham Tan Malaka dan banyak bergerak di kota Jakarta. Beberapa hari sebelumnya mereka berangkat dari Jakarta yang sudah dikuasai NICA. Sudirman sendiri baru datang dari Yogya setelah mengunjungi beberapa wilayah di sekitar Jawa Tengah. Sudirman tertarik dengan gagasan Tan Malaka, baginya “Perang harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya’ namun apa daya, Sudirman ini hanyalah seorang guru SD yang tingkat intelektualitasnya jauh di bawah jago-jago militer lulusan Akmil Breda Bandung macam AH Nasution atau TB Simatupang. Dan Sudirman bukan jenis orang yang mau menang sendiri, ia pendengar...ia merasakan. Sementara di lingkungan dalam Istana, Nasution dan Simatupang dengan intens mengeluarkan gagasan untuk memperpendek perang, mengajukan sebuah tawaran damai dengan Belanda lewat fasilitas Amerika Serikat dan memanfaatkan situasi perang dingin, dimana kelompok Nasution paham bahwa AS akan sangat marah bila Moskow buka cabang di Jawa. Di sinilah Sudirman menemui dilema, sementara Tan Malaka menghadapi dilemanya sendiri, ia pertama-tama sudah gagal menduduki kursi utama RI, karena memang Sukarno lebih dipercaya rakyat, dan jadi selebritis utama sejak Jepang menduduki Indonesia. Kedua, Tan Malaka merasa ditelikung oleh Sutan Sjahrir tokoh yang pernah ingin dipengaruhinya untuk merebut kekuasaan Sukarno, namun yang terjadi Sjahrir malah membuat ‘kudeta sunyi’ dengan membentuk pos ‘Perdana Menteri’ dari sebuah sistem konstitusional yang tidak mengenal istilah Perdana Menteri. Disini Tan Malaka menemukan titik frustrasinya. Akhirnya sebuah kesepakatan bersama lahir di Den Haag tahun 1949, dengan bayaran diam-diam dibunuhnya Tan Malaka, di sebuah desa di daerah Kediri, Jawa Timur....
Kematian Tan Malaka kelak menjadi sebuah perlambatan sejarah, karena kesadaran kemerdekaan Indonesia 100% baru dimulai tahun 1960 tatkala Sukarno dengan gemilang menemukan sebuah idee revolusinya, yang kemudian juga dihancurkan oleh sebuah konspirasi paling rumit pada abad ini, Konspirasi Gerakan Untung 1965.
Sejarah selalu mengenalkan orang-orang kalah, di sanalah berdiri seuntai cerita tentang manusia yang berdiri pada pojok sejarah. Apakah sejarah selalu seperti cerita kembang melati Aryo Penangsang, sebagai perayaan khusus kemenangan Danang Sutowidjojo? Kembang melati yang diuntai pada keris mempelai pria dalam adat Jawa Mataraman, adalah simbol dari pengharapan keberanian seorang lelaki Jawa menghadapi kehidupan, ini disamakan dengan usus Aryo Penangsang yang dibiarkan terburai saat berkelahi dengan Danang Sutowidjojo. Namun, keberanian tidak pernah dipandang sebagai keberanian, keberanian hanyalah soal bagaimana kita memandang sesuatu dari pengalaman psikologis seseorang, masyarakat bahkan bentukan sejarah. Orang-orang Blora tidak pernah mau menggunakan adat melati yang diuntai pada pinggir keris, ini sama artinya penghinaan pada Aryo Penangsang, bagi mereka itu adalah adat Jawa Mataraman, sebuah kekuasaan yang telah menghancurkan kelanggengan sebuah trah, sebuah dinasti. Keberanian adalah sebuah persepsi? Lalu dimana sejarah diletakkan pada persepsinya?
Sahibul Hikayat, tak lama setelah kejadian Prambanan dan pemberontakan PKI di beberapa tempat tahun 1926/27 terhadap pemerintahan kolonial, beribu-ribu orang ditangkap, diantaranya dibuang ke Digoel. Salah seorang yang dibuang ke Digoel adalah Kyai Dasuki. Kyai ini kyai sakti dari Solo dan namanya sudah sangat terkenal. Dia pulang dari Digoel dengan gagah, tak lama kemudian Jepang masuk. Saat dalam perjalanan pulang dari Surabaya ke Semarang, ia menumpang kereta api. Kebetulan di tengah jalan saat kereta itu berangkat ada bisik-bisik bahwa di sebuah pos akan dilakukan pemeriksaan militer yang dilakukan oleh Kempetai. Sudah jamak kiranya pemeriksaan itu diiringi dengan perampasan barang berharga. Kyai Dasuki menyuruh orang-orang menaruh tas, koper, peti dan barang bawaan berharga ini untuk ditaruh di atas bangku dan ditumpuk, ia lalu duduk diatasnya. Dengan kesaktian yang ia miliki Kyai Dasuki menghilangkan penglihatan atas barang-barang itu. Itulah cerita legenda yang banyak diceritakan orang-orang tua jaman dulu. Kyai Dasuki adalah seorang yang baik, berjiwa sosial, dan senang mengajari ngaji. Namun pilihan politiknya adalah Komunis. Ia mempunyai anak kandung lelaki yang sangat pintar, kita mengenalnya sebagai Profesor Baiquni, ahli atom Indonesia yang namanya sangat sohor di kalangan ilmuwan internasional tapi diluar itu (saya membaca di majalah Tempo) Kyai inilah yang menikahkan Aidit dengan dokter Soetanti. Setelah geger Gestapu 1965, Kyai Dasuki menghilang....seorang baik telah hilang, dilenyapkan oleh sebuah rezim yang kelak membangkrutkan Indonesia...
Een Toch Sejarah tidak akan berhenti, seperti ucapan Bung Karno ketika dia mengunjungi museum di Mexico City. Si Bung Bercerita “Disana ada tulisan ...Sekarang kita telah meninggalkan gedung museum, gedung yang berisi cerita sejarah...namun kita tidak akan pernah meninggalkan sejarah, karena sejarah akan terus bergerak selama kehidupan ada di muka bumi” ya sejarah akan terus bergerak dan mempunyai cerita-cerita baru.
ANTON
Langganan:
Postingan (Atom)