“Kalau hanya karena adanya darah bangsawan mengalir dalam tubuhku sehingga saya harus meninggalkan partaiku dan berhenti melakukan gerakanku, irislah dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu dari dalam tubuhku, supaya datu dan hadat tidak terhina kalau saya diperlakukan tidak sepantasnya.” (Opu Daeng Risaju,Ketua PSII Palopo 1930)
Itulah
penggalan kalimat yang diucapkan Opu Daeng Risaju,seorang tokoh pejuang
perempuan yang menjadi pelopor gerakan Partai Sarikat Islam yang
menentang kolonialisme Belanda waktu itu,ketika Datu Luwu Andi Kambo
membujuknya dengan berkata “Sebenarnya tidak ada kepentingan kami
mencampuri urusanmu, selain karena dalam tubuhmu mengalir darah
“kedatuan,” sehingga kalau engkau diperlakukan tidak sesuai dengan
martabat kebangsawananmu, kami dan para anggota Dewan Hadat pun turut
terhina. Karena itu, kasihanilah kami, tinggalkanlah partaimu
itu!”(Mustari Busra,hal 133).Namun Opu Daeng Risaju,rela menanggalkan
gelar kebangsawanannya serta harus dijebloskan kedalam penjara selama 3
bulan oleh Belanda dan harus bercerai dengan suaminya yang tidak bisa
menerima aktivitasnya.Semangat perlawanannya untuk melihat rakyatnya
keluar dari cengkraman penjajahan membuat dia rela mengorbankan dirinya.
Perempuan
fenomenal ini,memiliki nama kecil Famajjah.Ia dilahirkan di Palopo pada
tahun 1880,ia hasil perkawinan antara antara Opu Daeng Mawelu dengan
Muhammad Abdullah To Bareseng.Opu Daeng Mawelu adalah anak dari Opu
Daeng Mallongi,sedangkan Opu Daeng Mallogi adalah anak dari Petta
Puji.Petta Puji adalah anak dari La Makkasau Petta I Kera,sedangkan La
Makkasau Petta I Kera adalah anak Raja Bone ke 22 La Temmasonge Matinroe
Ri Mallimongeng (memerintah tahun 1749-1775) dari hasil perkawinannya
dengan Bau Habibah puteri Syek Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa.La
Temmassonge Matinroe Ri Mallimongeng adalah putera Raja Bone ke 16 La
Patau Matanna Tikka (memerintah antara tahun 1696-1714) dari hasil
perkawinannya dengan We Ummu Datu Larompong puteri Datu Luwu Matinroe Ri
Tompo Tikka.dari silsilah keturunan Opu Daeng Risaju tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa ia berasal dari keturunan raja-raja Tellumpoccoe
Maraja,yaitu:Gowa,Bone dan Luwu.(Muh.Arfah & Muh.Amir:Biografi
Pahlawan:Opu daeng Risaju,hal 39).
Fammajah
adalah seorang gadis hitam manis yang lincah dan berwajah serius,Ia
banyak mengisi masa kecilnya dengan menamatkan Al-Quran,mempelajari
fiqih dari buku yang ditulis tangan sendiri oleh Khatib Sulaiman Datuk
Patimang,atas bimbingan seorang ulama dan beberapa orang guru
agama.Selain itu ia mempelajari nahwu,syara dan balaqhah,yang merupakan
dasar bagi pengkajian ilmu-ilmu agama yang lebih tinggi.Pengetahuan
tentang baca tulis huruf Latin berkat ketekunannya sendiri.Lain halnya
dengan tokoh-tokoh pelopor wanita lainnya sperti Raden Ajeng Kartini,
Dewi Sartika,Maria Walanda Maramis,Rasuna Said dan lain-lain setidaknya
mempunyai pendidikan formal tingkat menengah.Opu Daeng Risaju tidak
pernah diasuh dibangku sekolah atau belajar secara formal dari
pendidikan buatan Hindia Belanda.
***
Pertemuannya
dengan Haji Agus Salim ketika beliau datang berkunjung ke beberapa
daerah di Sulawesi Selatan dalam rangka konferensi Partai Sarekat Islam
di Pare-pare,membekas dalam ingatan Opu Daeng Risaju.Kesamaan cita-cita
untuk meningkatkan kesejahteraan bumiputera dan melepaskan dari
cengkraman penjajah Belanda yang dijelaskan oleh Haji Agus Salim sebagai
tujuan pendirian Partai Sarikat Islam,membuat Opu Daeng Risaju semakin
bersemangat untuk berjuang.
Setelah
berhasil mempropagandakan PSII kepada keluarga, sahabat dan masyarakat
di Palopo, Opu Daeng Risaju bersama Achmad Tjambang, Beddu, Tjukkuru
Daeng Manompo, Daeng Malewa, Ambo Rasia, Ambo Baso, Imam Buntu Siapa,
Parakkasi, Sigoni, dan Mudhan, mempermaklumatkan berdirinya PSII Cabang
Palopo dalam suatu rapat umum. Opu Daeng Risaju sendiri bertindak
sebagai ketua, dibantu sekretaris Achmad Cambang dan bendahara Mudhan.
Permakluman
berdirinya PSII ini tentu saja menggelisahkan para pejabat Belanda dan
pembesar-pembesar kerajaan, termasuk raja Luwu sendiri. Mereka khawatir
karena PSII ketika itu telah mengambil kebijaksanan yang bersifat
noncooperatif dengan pemerintah, Dan, apa yang mereka khawatirkan itu
memang terbukti dikemudian hari. Opu Daeng Risaju bersama dengan
teman-temannya menempuh pula kebijaksanaan noncooperatif dengan penguasa
Belanda dan bahkan dengan penguasa kerajaan. Sikap noncooperatifnya
inilah yang pada akhirnya menjebloskannya ke dalam penjara Belanda.
Tak
lama sesudah diresmikan berdirinya, PSII berkembang dengan pesat dan
berhasil membuka ranting di beberapa daerah dalam wilayah kerajaan Luwu.
Salah satu rantingnya adalah Malangke. Pada akhir tahun 1930, pengurus
dan anggota PSII Ranting Malangke mengundang Opu Daeng Risaju untuk
berbicara dalam suatu rapat umum. Pembicaraan Opu Daeng Risaju dalam
kesempatan itu dinilai oleh kepala Distrik Malangke sebagai suatu pidato
propokatif yang menghasut rakyat untuk tidak taat kepada pemerintah.
Kepala distrik Malangke segera melaporkan hal itu kepada kontroleur di
Masamba. Atas laporan tersebut dikerahkanlah polisi untuk menangkapnya
dan membawanya ke Palopo untuk diperhadapkan ke pengadilan. Tetapi,
sebelum diadili ¾ atas dasar pertimbangan kemanusian karena dia perempuan dan seorang bangsawan tinggi ¾
Assisiten Resident Luwu meminta dulu kepada Datu Luwu Andi Kambo, agar
membujuknya supaya meninggalkan partainya dan menghentikan kegiatan
politiknya. Kalau bersedia maka dia akan dibebaskan dari segala
tuntutan.Namun ia menolaknya,itulah yang menyebabkan dia harus
dijebloskan dalam penjara Belanda.
Opu
Daeng Risaju adalah seorang perempuan Bugis yang meletakkan makna
konsistensi perjuangan dalam dirinya.Opu Daeng Risaju adalah seorang
social agency (agen perubahan social), menurut Lyod (1999:93-95),dalam
satu masyarakat selalu terdapat apa yang disebut sebagai social
agency,yakni ”individu” atau ”kelompok” otonomis yang berada dan menjadi
bagian masyarakat tetapi mempunyai power,authority, dan kharisma untuk
bertindak sebagai ”aktor” yang mengatur dan mengendalikan perubahan yang
terjadi dalam masyarakat.Besar kecilnya authority yang
dimilikinya,tergantung pada kemampuan masing-masing.Besar kecilnya power
yang mereka miliki tergantung pada kedudukannya dalam struktur sosial,
baik formal maupun non formal.Adapun kharisma yang dimiliki social
agency tentu biasanya bersifat irasional, namun selalu juga terkait
dengan authority dan power.Makin tinggi posisi dan kedudukan seseorang
dalam struktur, makin tinggi pula authority, power, dan kharismanya.
Opu
Daeng Risaju adalah potret nyata eksistensi perempuan Sulawesi Selatan
dalam menggerakkan realitas sosial masyarakatnya justru ketika bangsa
ini masih berada dalam cengkraman penjajahan Belanda.Ia begitu teguh
dengan keyakinannya seolah mengingatkan kita pada pada Joan D
Ard,perempuan Prancis yang memimpin peperangan dalam melawan Inggris
pada abad pertengahan.Opu Daeng Risaju adalah potret nilai konsistensi
manusia dalam memperjuangan rakyat yang masih memiliki relevansi dengan
kondisi kekinian.Juga refleksi bagi tokoh-tokoh agama hari ini untuk
lebih memposisikan diri dibarisan terdepan dalam membela kepentingan
ummat agar bebas dari pembodohan,kemiskinan,dan kezaliman.
Kronologis:
1880 : Lahir di Palopo
1912 : Berdirinya Sarekat Islam di Solo
1913 : Berdirinya Sarekat Islam di Makassar
1913 : Kongres Sarikat Islam Pertama di Surabaya
1914 : Berdirinya Sarikat Islam Cabang Mandar di Pamboang
1921 : Berdirinya Sarikat Islam Cabang Sinjai
1927 : Opu daeng Risaju menjadi anggota SI cabang Pare-Pare
1928 : Berdirinya Sarikat Islam Cabang Barru
1929 : Berdirnya Sarikat Islam Cabang Pambusuang
1929 : Kelompok Pappadang (kelompok padagang Mandar) mendirikan Sarikat Mandar di Padang Sumatera Barat.
1929 : Perubahan nama dari Sarikat Islam ke Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)
1930
: PSII menerima 3 anggota baru dari golongan Adat yang potensial yakni:
Andi Abdul Kadir anggota Swapraja Tanete/Barru, Datu Hj.Andi Ninnong
anggota Swapraja Wajo dan Opu Daeng Risaju anggota Swapraja Luwu.
1930 : Pendirian Cabang PSII Cabang Luwu,Wajo dan Tanete/Barru
1930: Opu Daeng Risaju menghadiri Kongres PSII di Pare-Pare.Bertemu dengan pengurus Pusat PSII H.Agus Salim dan A.M.Sangaji.
1930: Opu daeng Risaju mendirikan ranting PSII di Malangke sebagai bagian dari Cabang PSII Luwu.
1930: Aktivitas radikal di PSII membuat Belanda menjatuhkan vonis 13 bulan penjara untuk Opu Daeng Risaju.
1930: Penangkapan Opu Daeng Risaju menyulut solidaritas rakyat bahkan membuat PSII semakin bekembang.
1932: Mendirikan Ranting PSII di Malili
1932:
Ditangkap bersama suaminya H.Muhammad Daud di distrik
Pitumpanua.Selanjutnya mereka dibawa ke Kolaka.Kemudian di bawa lagi
Palopo.
1932:
Mendapat Sangsi Adat dengan pencoptan gelar kebangsawanan karena tidak
menghentikan aktivitas perjuangannya.Dan bercerai dengan suaminya karena
suaminya mendapat tekanan kelompok adat dan Belanda waktu itu.
1933: Berangkat ke Jawa mengikuti Kongres Majelis Taklim PSII di Batavia (Jakarta)
1934: Mendapat hukuman penjara 14 bulan
1935:
Datu Luwu Andi Kambo Daeng Risompa meninggal dunia dan digantikan Datu
Andi Jemma yang lebih pro pada perjuangan Opu Daeng Risaju.
1942:
Sulawesi Selatan resmi dikuasai oleh Jepang.Pelarangan semua organisasi
sosial maupun politik termasuk PSII oleh rezim Jepang.
1942: Pembunuhan Ahmad Cambbang salah satu tokoh PSII Luwu karena penentangan terhadap kebijakan Jepang.
1945:Kemerdekaan Indonesia dan Jepang menyerah pada sekutu.
1946:Anggota
PSII dan kelompok pemuda melakukan perlawanan terhadap NICA atas
instruksi dari Opu Daeng Risaju.Mereka menyerang pusat kegiatan NICA di
Bajo Palopo Selatan.
1946:Nica
melakukan serangan balasan ke Belopa serta memburuh Opu Deang Risaju
yang dianggap sebagai penggerak perlawanan rakyat.
1947:Opu Daeng Risaju ditangkap di Bone oleh NICA.dan dihukum 11 bulan penjara.
1949:Opu Daeng Risaju tinggal di Pare-Pare ikut anaknya H.Abdul Kadir Daud
1959:Pemerintah
Republik Indonesia dengan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
No.227/P.K. tertanggal 26 Februari 1959 memberikan tunjangan penghargaan
pada Opu Daeng Risaju dari Palopo sesuai dengan PP No 38
1964:
Opu Daeng Risaju menghembuskan nafas terakhir dan dikuburkan di
perkuburan Raja-Raja Lakkoe di Palopo, tanpa ada upacara kehormatan
sebagaimana lazimnya seorang pahlawan yang meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar