Dalam rubrik ini edisi Minggu, 27 Maret 2011, kami
menurunkan artikel berjudul “Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto: Bos ‘Mafia’
Kotogadang”. Waktu itu kami menyajikan foto beliau di
kala tua (setelah bergelar haji). Sekarang kami menurunkan foto beliau
dari periode yang lebih awal, sekitar tahun 1870, ketika beliau masih
berusia 53 tahun. Lihatlah tampangnya yang masih coga, dengan pakaian yang cukup unik, terutama jasnya yang mirip dengan pakaian vampire dalam film-film horror.
Seperti telah kami sebutkan dulu
Abdul Gani (lahir di Koto Gadang, 1817, meninggal di Koto Gadang, 29
Januari 1907)–mengutip Rusli Amran (1986:201)–adalah seorang kingmaker
yang tak ada duanya di Sumatra Barat selama paroh kedua abad ke-19. Ia
mendapat pendidikan Belanda berkat bantuan Asisten Residen Steinmetz,
karena ia jadi pembantu di rumah Steinmetz. Tahun 1856 Abdul Gani
membantu Van Ophuijsen membuka sekolah guru yang baru didirikan di Fort
de Kock, tempat ia mengajar sebentar tapi kemudian beralih ke dunia
swasta. Dengan dekingan Steinmentz Abdul Gani berhasil jadi pakus (pakhuis)
kopi. Tak lama kemudian Abdul Gani sudah jadi orang kaya dan disegani.
Ia bersama saudaranya, Abdul Rahman Dt. Dinagari Urangkayo Basa,
berhasil menempatkan banyak sanak familinya di sekolah-sekolah rakyat
yang baru dibuka dan juga kursi-kursi empuk di jajaran administrasi
lokal bentukan Belanda seperti kepala laras, pakus, penghulu kepala,
jaksa, dan jurutulis.
Berkat naluri bisnisnya yang tajam dan karena
berkonco pelangkin dengan para pejabat Belanda, Abdul Gani berhasil
meluaskan usaha bisnisnya: ia memenangkan tender pengangkutan kopi di
beberapa trayek. Ia menempatkan orang-orangnya di mana-mana untuk
melancarkan usaha bisnisnya. Para pebisnis Indo, Cina dan Belanda
sendiri gentar juga menghadapi bisnis Abdul Gani. Sumatra Courant
edisi 18 Oktober 1876 pernah memuat laporan yang mengandung nada
kekhawatiran para pengusaha swasta Belanda menghadapi sepak terjang
bisnis Abdul Gani.
Di lapangan politik, waktu terjadi
pemilihan Kepala Laras IV Koto, Abdul Gani berhasil menempatkan
kemenakannya sendiri, St. Janaid, yang baru berumur 16 tahun, menjadi
Kepala Laras IV Koto, mematahkan dominasi panjang keluarga Ismael Dt.
Kajo, orang kaya dan sangat berkuasa di Koto Gadang. Akibatnya fatal:
seluruh anggota keluarga Dt. Kayo dilengserkan oleh Belanda dan
digantikan oleh anggota keluarga Abdul Gani. Mereka yang diberhentikan
antara lain Jaksa St. Salim di Padang. Saudara Dt. Kayo itu
digantikan oleh saudara Abdul Gani, Abdul Rahman Dt. Dinagari. Seperti
telah dicatat dalam sejarah (lihat Rusli Amran 1986:194-213) perebutan
pengaruh antara keluarga Dt. Kayo dari golongan adat dan
Abdul Gani dari golongan pebisnis berlangsung sangat kasar dan penuh
intrik. Rupanya politik memang punya karakter seperti itu sejak zaman
dahulu kala.
Suryadi–Leiden, Belanda. (Sumber foto: KITLV Leiden).
Singgalang, Minggu, 29 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar