Senin, 05 Agustus 2013

Rizal Ramli, Dibohongi & Dua Kali Ditinggal Isteri

INILAH.COM, Jakarta - Kehidupan Rizal Ramli sebagai seorang aktifis yang berseberangan dengan rezim penguasa, khususnya pemerintahan Orde Baru pimpinan Jenderal Soeharto, terbilang unik dan kontroversial.
Ia memperoleh beasiswa dari lembaga pendidikan di Amerika Serikat karena kevokalannya. Sekalipun secara eskplisit tidak dinyatakan, tetapi penentangannya terhadap sistem ekonomi dan politik di Indonesia ang dijalankan rezim Soeharto, telah membuka mata lembaga pendidikan di Amerika Serikat untuk 'menangkap'-nya.
Dengan belajar di Boston University, Amerika Serikat, Rizal Ramli otomatis menjadi salah seorang 'wonder boy' negara negeri Paman Sam tersebut. Tetapi ketika ia kembali ke tanah air dengan status baru sebagai ekonom, Rizal terpaksa harus mengoreksi hampir semua kebijakan birokasi yang mengadopsi sistem Amerika Serikat.
Rizal salah seorang penentang keras atas keanggotaan Indonesia di Dana Moneter Internasional (IMF/International Monetary Fund) dan Bank Dunia (World Bank). Padahal Orde Baru yang mulai membangun Indonesia 1968, menggunakan metode dan resep ekonomi kedua lembaga tersebut.
Bagi Rizal, dua lembaga keuangan internasional yang kantor pusatnya berada di Washington itu berperan besar dalam menjerumuskan Indonesia dengan status salah satu negara penghutang negara terbesar di dunia.
Kedua lembaga itu telah menjadikan Indonesia seperti seekor kelinci untuk berbagai percobaan. Para ekonom Barat di IMF dan Bank Dunia menjadikan Indonesia sebagai tempat uji coba bagi semua teori ekonomi yang bermuara pada sistem liberal.
Padahal sistem itu tidak sesuai dengan fisik dan anatomi Indonesia. Metamorfosanya hanya menghasilkan Indonesia seperti pasien yang ketergantungannya pada rumah sakit dan obat-obatan sangat tinggi. Ekonomi kerakyatan, ekonomi koperasi yang menjadi sumbu perekonomian nasional, ditukar dengan sistem yang disebut new liberalisme.
Dengan menjadi penentang Jenderal Soeharto, Presiden kedua RI yang berkuasa selama 32 tahun (1966 - 1998), Rizal Ramli sejatinya sama saja dengan penentang Amerika Serikat. Soeharto yang juga menjadi 'wonder general' Amerika Serikat. Akibatnya suara vokal dan menentang arus yang disampaikan Rizal Ramli oleh para sahabatnya sendiri dinilai tidak tepat. Atau cukup aneh karena menentang arus.
Pada Mei 1998, Soeharto yang dia tentang jatuh. Kalau kejatuhan Soeharto dikaitkan dengan penentangan Rizal Ramli, seyogyanya di rezim baru, Rizal memiliki hak politik untuk masuk dalam kekuasaan. Tapi politik tidak mengenal rumus keterkaitan. Politik tidak mengenal kawan dan lawan yang abadi. Politik adalah sebuah kepentingan.
BJ Habibie yang menggantikan Soeharto, tidak melihat adanya kepentingan yang sama antara rezimnya dengan Rizal Ramli. Kabinet Habibie yang kebetulan hanya berusia 17 bulan (Mei 1998 - Oktober 1999), digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur berhasil mengalahkan BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan presiden di Sidang Istimewa MPR-RI, Oktober 1999. (Saat itu pemilihan Presiden masih dilakukan oleh 1.000 anggota MPR-RI. Belum berlaku pemilu langsung). Rizal Ramli pun akhirnya bisa masuk lingkar kekuasaan. Namun di rezim reformasi pimpinan Gus Dur, Rizal tidak bertahan lama, seiring dengan usia singkat pemerintahan Gus Dur. Tokoh NU ini dilengserkan oleh MPR-RI.
Di era Gus Dur, Rizal Ramli sempat memegang tiga jabatan birokrat secara berturut-turut. Mula-mula Kepala Bulog, kemudian Menteri Keuangan dan terakhir Menko Perekonomian. Tetapi dengan masa pemerintahan Gus Dur yang begitu singkat (Oktober 1999 -Juni 2001), tidak membuat Rizal Ramli mampu mengimplementasikan semua konsep dan visi ekonomi-politiknya. Kehadiran Rizal Ramli di birokrasi, seperti hanya sebuah intermezo.
Peluang Rizal Ramli menjadi bagian dari kekuasaan, kembali terbuka di 2004. Saat itu SBY sebagai salah seorang Calon Presiden memintanya untuk membantu. Rizal sesuai dengan minat dan perhatiannya, lantas menyusun sebuah konsep mengenai pembangunan ekonomi. Pada saat yang sama SBY menjanjikan kepadanya salah satu posisi di bidang ekonomi manakala terpilh sebagai Presiden.
Tapi apa yang terjadi ? Pada malam pengumuman susunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) oleh Presiden SBY, nama Rizal Ramli tak muncul. Rizal malu dan terpukul. Putera kelahiran tanah Minang itu merasa dibohongi. Rasa tidak nyaman, semenjak itu menyelimuti dan menggangu kehidupan Rizal Ramli.
Semuanya baru terhapus ketika tiba-tiba Rizal ditelpon oleh orang kepercayaan dan keluarga terdekat SBY bahwa ia akan masuk dalam kabinet, ketika terjadi perombakan. Rizal yang sudah sempat tidak percaya kepada SBY, kembali percaya.
Perombakan Kabinet 2004-2009 memang mengalami dua kali perubahan. Tapi di kedua perombakan itu Rizal kembali ditinggal di luar kabinet. Lagi-lagi aktifis ini merasa dibohongi.
Sebagai intelektual ekonom yang berlatar belakang aktifis, Ia memutuskan bergiat dalam politik. Tapi tidak dalam arti politik partisan. Karena itu secara resmi, Rizal tidak pernah menjadi anggota sebuah partai politik. Pemikiran-pemikiran ekonomi-politiknya yang berlandaskan nasionalisme baru dan pluralisme ia kembangkan melalui LSM (Lembaga Swadaya Masyrakat) yang dikenal dengan nama Indonesia Bangkit.
Bersamaan dengan itu, kinerja pemerintahan Presiden SBY terus mengalami kemerosotan. Hal ini menambah tekad Rizal Ramli untuk kembali berjuang mengembalikan Indonesia ke status yang bisa dibanggakan.
Pada 2013 ini nama Rizal Ramli mulai disebut-sebut oleh beberapa media main stream sebagai salah seorang kuda hitam untuk menjadi Calon Presiden di Pilpres 2014. Sebab sebagai mantan aktifis, ia dinilai sebagai salah seorang sosok pemimpin yang belum terkontaminasi. Rizal dikategorikan tokoh yang masih cukup peka terhadap apa yang dicari oleh 240 juta rakyat Indonesia dari seorang Presiden periode 2014-2019.
Hanya saja pada saat yang bersamaan, Rizal Ramli menyadari posisinya sebagai kuda hitam, terbebani oleh statusnya non-partisan atau independen. Ia tidak punya partai yang dapat dijadikan sebagai kendaraan politik. Sehingga jika ia ingin maju dalam persaingan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres 2014, Rizal harus memilih, bergabung dengan salah satu partai yang berhak ikut Pemilu.
Dalam satu percakapan dengan INILAH.COM, Rizal tidak membantah bahwa secara chemistry, ia merasa lebih cocok dengan PDIP, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Tetapi untuk menawarkan diri, Rizal tahu diri. Rizal kuatir kalau tawaran dirinya akan berbuah kekecewaan.
Pengalaman "dibohongi" membuat Rizal sebagai mantan aktifis sekaligis politisi menjadi lebih berhati-hati dalam menghadapi pergulatan politik. Begitu pula pengalamannya menjadi duda untuk kedua kalinya, memberinya pelajaran tentang kehidupan yang bermakna banyak.
Hera, wanita yang dinikahinya pertama kali saat ia masih lajang, meninggal dunia akibat kanker. Setelah menduda beberapa tahun, Rizal menikahi Afung, seorang Chinese asal Bangka, pemeluk Kristen Protestan. Tapi usia pernikahan keduanya hanya bertahan sekitar tiga tahun. Maret 2011, Afung meninggalkan Rizal untuk selama-lamanya. Yang unik, kedua isteri Rizal meninggal dunia karena penyakit kanker.
Perasaan kehilangan atau ditinggal oleh dua isteri itu, selalu memecut dirinya untuk bangkit. Demi masa depan, Rizal ingin Indonesia bangkit dan bukan sebaliknya: bangkrut!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar